REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejumlah siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) antusias menyambut gagasan Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi memasukkan olahraga elektronik (e-sport) ke kurikulum. Ihsan Sakti, siswa SMAN 5 Depok, Jawa Barat mengatakan rencana pemerintah tersebut dapat mengakomodasi hobi siswa bila permainan yang dilabeli sebagai olahraga virtual itu masuk kurikulum.
Siswa kelas X itu mengatakan, akan semakin banyak generasi muda yang memiliki kemampuan mumpuni dalam memainkan e-sport seperti Mobile Legends ataupun Player Unknown's Battlegrounds (PUBG). Ihsan menuturkan rencana memasukkan e-sport dalam kurikulum juga dapat meningkatkan semangat belajar siswa.
"Jadi bisa buat refreshing kan, misalnya habis ujian yang susah, bisa dilanjutkan dengan belajar e-sport, itu seru sih," kata dia.
Siswa SMAN 5 Depok lainnya, Andrew Danis, menyatakan e-sport dapat memberi banyak dampak positif kepada siswa, misalnya melatih konsentrasi, kerja sama serta rasa saling tolong menolong.
"Kita diajarkan buat belajar solid, harus peduli sama rekan satu tim yang lain. Kita juga dilatih untuk bisa lebih kontrol diri, enggak gampang emosi," ucap siswa kelas X tersebut.
Andrew berharap gagasan memasukkan e-sport ke kurikulum dapat segera ditindaklanjuti oleh pemerintah agar siswa penggemar olahraga virtual bisa mengembangkan diri.
Sementara Rakha Fadhilah, siswa SMAN 9 Tangerang, berpendapat realisasi gagasan memasukkan e-sport dalam kurikulum akan bisa menekan perilaku negatif siswa SMA, seperti tawuran atau menggunakan obat-obatan terlarang.
"Jadi yang tadinya suka ngumpul-ngumpul enggak jelas buat tawuran, sekarang bisa lebih terarah gitu kan, mereka beralih jadi bermain gim. Itu bagus sih, jadi lebih positif," kata Rakha, yang duduk di Kelas XI.
Sementara itu, Guru SMAN 5 Depok, Aas Sutisna, berpendapat lain. Pria yang sehari-hari mengajar Bahasa Sunda itu menilai gagasan memasukkan e-sport ke kurikulum kurang tepat. Menurut dia, kurikulum yang saat ini diterapkan sudah padat dengan mata pelajaran dan program pendidikan lainnya.
Dia menyarankan e-sport cukup dimasukkan dalam kegiatan ekstrakurikuler. "E-sport positifnya itu mengajarkan anak-anak otaknya itu tidak berhenti untuk berpikir, tapi ini harus tetap dibatasi, karena kalau tidak dibatasi anak-anak itu cenderung ke handphone terus," kata Aas, yang juga pembina Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS) SMAN 5 Depok.
Sebelumnya, Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi menyampaikan gagasan memasukkan e-sport ke kurikulum. Menurut Imam, e-sport merupakan olahraga yang dapat melatih fisik maupun mental pemain. Para pemain juga dituntut untuk memiliki konsentrasi tinggi selama memainkan permainan yang durasinya bisa sampai berjam-jam.
Imam mengatakan untuk mewujudkan wacana tersebut, kementeriannya akan berkolaborasi dengan sejumlah kementerian, salah satunya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Dalam perkembangannya, rencana tersebut mendapat kritikan dari pemerhati pendidikan dan psikolog.
Pemerhati pendidikan Doni Koesoema menilai gagasan itu tidak realistis karena dapat mengacaukan kurikulum yang telah dibuat sebelumnya. "Kurikulum itu kalau mau ditambahkan materi pembelajaran, itu ada aturannya, jadi artinya kita tidak bisa setiap kali ada kebutuhan, kepentingan, lalu kemudian semua akan dimasukkan dalam kurikulum," kata pendiri Pendidikan Karakter Education Consulting ini.
Bila pemerintah memang tetap ingin memasukkan e-sport dalam pendidikan di sekolah, dia menyarankan agar permainan atau olahraga tersebut masuk dalam kegiatan ekstrakurikuler.