REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Departemen Luar Negeri Amerika Serikat (AS) telah menerbitkan laporan tahunan tentang hak asasi manusia (HAM) di seluruh dunia pada Rabu (13/3). Dalam laporan tersebut AS berhenti menyebut Dataran Tinggi Golan sebagai wilayah yang "diduduki" melainkan "dikontrol Israel".
"Pihak berwenang menundukkan warga non-Israel di Yerusalem dan Dataran Tinggi Golan yang dikontrol Israel dengan hukum yang sama dengan warga negara Israel," kata Departemen Luar Negeri AS dalam laporannya, dikutip laman the Times of Israel.
Dalam laporan tahun ini, AS juga menahan diri untuk tak melabeli wilayah Palestina dengan kata "diduduki". Kata tersebut hanya muncul dua kali, yakni ketika mengutip organisasi luar, seperti organisasi nirlaba Israel Breaking the Silence dan PBB.
Meskipun terdapat perbedaan dalam pemilihan dan penerapan diksi, terutama terkait Dataran Tinggi Golan, AS membantah jika hal itu merupakan sebuah pengakuan kedaulatan Israel atas wilayah tersebut. "Kebijakan kami tentang Golan tidak berubah," kata seorang juru bicara kedutaan AS di Yerusalem.
Berbeda dengan AS, digantinya predikat Dataran Tinggi Golan dari wilayah yang diduduki menjadi wilayah yang dikontrol Israel merupakan sebuah kemajuan bagi Tel Aviv. Wakil Menteri Luar Negeri Israel Tzipi Hotovely memuji laporan Departemen Luar Negeri AS.
"Fakta bahwa definisi 'wilayah yang diduduki' hilang dari dokumen resmi Departemen Luar Negeri (AS) adalah langkah penting bagi hubungan luar negeri Israel dan untuk masa depan permukiman," kata Hotovely.
Profesor hukum internasional dari Kohelet Policy Forum yang berbasis di Yerusalem, Eugene Kontorovich, mengaku terdapat perubahan besar dalam laporan Departemen Luar Negeri AS. "Laporan tahun ini untuk pertama kalinya tidak menggunakan deskripsi 'pendudukan' hukum yang tidak akurat untuk merujuk pada kehadiran Israel di Tepi Barat atau Golan. Ini adalah perubahan besar dalam bagaimana AS berhubungan dengan konflik," katanya.
"Ini menjadi dimengerti bahwa sementara Israel dan Palestina berselisih, hukum internasional tidak memberi jawaban atas perselisihan itu. Laporan ini juga untuk pertama kalinya menyatakan skeptis pada klaim kelompok-kelompok anti-Israel yang tuduhannya kurang didokumentasikan sebelumnya telah diterima sebagai ajaran," ujar Kontorovich.
Stasiun televisi Israel, Israel's Channel 13, pada Rabu malam melaporkan bahwa pemerintahan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu berusaha keras untuk membuat pemerintahan Donald Trump mengakui kedaulatan Israel atas Dataran Tinggi Golan. Netanyahu menginginkan hal itu dapat terealisasi sebelum 9 April, yakni perhelatan pemilu Israel.
Menurut Israel's Channel 13, penggunaan istilah "dikontrol Israel" dalam laporan Departemen Luar Negeri AS terkait Dataran Tinggi Golan, mungkin merupakan sinyal atau petunjuk atas kesiapan AS mengakui Golan sebagai bagian dari teritorial Israel.
Israel merebut Dataran Tinggi Golan dari Suriah pascausainya Perang Arab-Israel 1967. Seusai perang itu, Israel mulai menduduki Tepi Barat dan Yerusalem Timur yang direbut dari Yordania serta Jalur Gaza dan Semenanjung Sinai yang sebelumnya dikuasai Mesir.
Komunitas internasional telah menganggap pendudukan Israel atas wilayah-wilayah tersebut ilegal. Departemen Luar Negeri AS, dalam laporannya tahun lalu, masih memperlakukan wilayah-wilayah itu, kecuali Yerusalem, sebagai daerah yang diduduki.
Dalam laporannya tahun lalu, Departemen Luar Negeri AS mencantumkan sebuah kalimat berbunyi, "Pihak berwenang menuntut warga non-Palestina yang ditahan Israel di bawah hukum militer Israel, sebuah praktik yang telah diterapkan Israel sejak pendudukan 1967".