REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Hingga kini, proses ekskavasi situs purbakala di Dusun Sekaran, Sekarpuro, Pakis, Kabupaten Malang masih terus berlangsung. Kegiatan yang telah dilaksanakan sejak Selasa (12/3) ini ditargetkan selesai pada Sabtu mendatang (16/3).
Informasi terakhir, Tim Arkeolog Badan Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Trowulan telah menggali lahan situs seluas 10x8 meter dengan kedalaman 20 centimeter (cm). Sebelumnya, tim sudah membuat tiga kotak masing-masing 2x2 meter dengan kedalaman 30 cm. Tidak ada penemuan apapun di lahan tersebut selain bata yang diprediksi berasal dari masa Majapahit.
Menurut Ketua Tim Arkeolog BPCB Trowulan, Wicaksono Dwi Nugroho, penggalian ini telah memunculkan indikasi sementara. Bangunan kemungkinan besar meluas ke arah barat laut dari situs. Namun pernyataan ini bisa berubah apabila tim menemukan temuan baru selama hari yang tersisa.
Di kesempatan itu, Wicaksono juga mengungkapkan, alasan tim yakin situs tersebut berdiri sejak era Kerajaan Majapahit. Padahal Dusun Sekaran diprediksi telah muncul sebelum masa Kerajaan Majapahit. Pemukiman ini dalam pandangan sejarawan lain mulai berkembang di masa Mpu Sindok, Kerajaan Medang lalu terus berlanjut hingga masa Majapahit.
Menurut Wicak, penilaian bata Majapahit serupa dengan analogi dalam membedakan antara motor Honda dan Yamaha. "Mereka bentuknya beda kan? Begitu juga dengan bata," kata Wicak saat ditemui Republika di Dusun Sekaran, Sekarpuro, Pakis, Kabupaten Malang, Rabu (13/3).
Wicak mengungkapkan, Kerajaan Majapahit memiliki sebuah gaya atau teknologi semacam pakem model dalam membangun sebuah situs. Bata kerajaan ini biasanya memiliki panjang dan lebar sekitar 30 x 18 cm. Sementara ketebalan batanya sebesar 6 cm. "Itu dijumpai kesamaannya dengan peninggalan masa Majapahit Trowulan yang tersebar juga di Jawa Timur (Jatim)," jelas Wicak.
Secara teori, Wicak tak menampik, terdata ukuran bata yang lebih besar. Salah satunya yang berkaitan dengan temuan Kerajaan Majapahit di Kediri, Jatim.
"Kita buat analogi sementara sehingga menjadi dasar interpretasi. Bata ukuran panjangnya 38 sampai 40 cm itu biasanya milik Kerajaan Singosari. Di masa Majapahit menyusut menjad 30 cm, masa Islam menyusut lagi jadi 20 cm. Sampai masa Belanda, polanya 15 cm hingga sekarang yang kita temui ukurannya (lebih kecil)," tambah Wicak.
Kerajaan Majapahit dinilai lebih mendominasi bangunan-bangunan yang berada di Jatim. Hal ini terlepas dari sejumlah kerajaan yang pernah menguasai Jatim terutama Malang sebelumnya. Kerajaan-kerajaan yang dimaksud seperti Singosari, Kanjuruhan, Medang, Sengguruh dan sebagainya.
Di sisi lain, Wicak tak menampik, mempunyai sejumlah kendala dalam menghadapi temuan situs di Sekarpuro. Pasalnya, peninggalan sejarah di Jatim biasanya terdiri dari dua bahan, yakni batu dan bata. Batu lebih mudah dikonstruksi menjadi sebuah bentuk yang diinginkan seperti prasasti. Sementara temuan bata lebih sulit karena memiliki kerentanan remuk yang cukup tinggi.
"Memang untuk mengenali bata perlu hati-hati karena ada perbedaan tipis antara pra Majapahit dan Majapahit," jelasnya.