REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto - Sandiaga Uno menganggap pemberitaan tentang penengkapan Ramyadji Priambodo adalah kampanye hitam. BPN akan menuntut hukum para pihak yang mengaitkan tertangkapnya Ramyadjie oleh Polda Metro Jaya dengan Prabowo, BPN, atau DPP Partai Gerindra.
“Ini seperti kampanye hitam, serangan kepada Pak Prabowo, Gerindra, maupun BPN. Kami akan menunut hukum semua pihak, termasuk link-link berita yang menuliskan sebagai keponakan Prabowo,” ujar Juru Bicara BPN Prabowo-Sandi, Andre Rosiade, saat dihubungi, Ahad (17/3).
Ramyadjie, yang dikabarkan sebagai keponakan dari Prabowo Subianto, ditangkap Polda Metro Jaya, di Jakarta, pada 26 Februari lalu. Penangkapan lantaran membobol Bank BCA sebesar Rp 300 juta.
Ramyadjie pun dikaitkan dengan perannya sebagai Bendahara Umum Tunas Indonesia Raya (Tidar), organisasi sayap kepemudaan DPP Gerindra. Andre menerangkan, anggapan penangkapan tersebut sebagai kampanye hitam karena melihat waktu dan kejadiannya.
Andre mempertanyakan, penangkapan yang dilakukan pada 26 Februari, tetapi diramaikan menjelang debat Pilpres 2019 edisi ketiga, Ahad (17/3). “Ini kan aneh ya. Katanya ditangkap tanggal 26 Februari. Tetapi kenapa baru sekarang ini jadi berita?” ujar Andre.
Andre membenarkan, Prabowo punya hubungan kekerebatan dengan Ramyadjie “Tapi bukan keponakan. Memang ada kekerabatan, dari keluarga jauh,” kata Andre.
Dia mengatakan, kekerabatan tersebut, dari kakek Ramyadji, yang bersepupuan dengan ayah Prabowo, Soemitro Djojohadikoesomo. “Jadi dari Pak Mitro, itu punya sepupuan. Salah satunya itu keluarganya (Ramyadji),” ujar dia.
Lantaran tak punya kedekatan, kata Andre, Prabowo keberatan dengan anggapan Ramyadjie sebagai keponakan. Apalagi, kata dia, penangkapan tersebut dikabarkan terkait dengan peran Ramyadjie sebagai bendahara Tidar. “Saya saja tidak kenal siapa itu orang,” sambung dia.
Atas nama DPP Gerindra, Andre meminta kepolisian menuntaskan kasus tersebut, tanpa menyeret agenda politik.