Selasa 19 Mar 2019 18:09 WIB

Menteri Brexit: Inggris dalam Masa Krisis

Parlemen Inggris dua kali menolak rencana Brexit.

Rep: Lintar Satria / Red: Nur Aini
Brexit
Foto: Ap Photo
Brexit

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Rencana Brexit Perdana Menteri Inggris Theresa May dinilai berantakan. Pemerintahannya sedang mencari jalan lain setelah Parlemen Inggris dua kali menolak rencana yang ia ajukan. Setelah dua setengah tahun bernegosiasi, keluarnya Inggris dari Uni Eropa masih belum pasti.

Kini pemerintahan May memiliki beberapa pilihan, antaranya menunda Brexit, keluar dengan kesepakatan yang diajukan May, keluar tanpa kesepakatan, atau menggelar referendum kedua. Ketua Parlemen Inggris John Bercow mengatakan pemerintah tidak dapat mengajukan rencana Brexit yang sama kecuali secara subtansial berbeda dari rencana yang ditolak pada 15 Januari dan 12 Maret.

Baca Juga

Menteri Brexit Steve Barclay mengatakan saat ini Inggris sedang mengalami krisis.

"Ini adalah momen krisis negara kami," kata Barclay, Selasa (19/3).

Barclay mengatakan dengan perintah parlemen tersebut maka pemerintah tidak dapat mengajukan pemungutan suara pekan ini. Tapi ia juga mengatakan jajaran menteri pemerintahan May sedang mencari tahu cara keluar dari kebuntuan ini. Hal itu mengisyaratkan pemerintah Inggris masih berniat untuk menggelar pemungutan suara ketiga. "Kami selalu mengatakan dalam hal menggelar kembali pemungutan suara untuk ketiga kalinya kami membutuhkan perubahan dukungan dari anggota parlemen, saya kira kami masih demikian," katanya.

May dijadwalkan menghadiri pertemuan Uni Eropa di Brussel pada Kamis (21/3) mendatang. Ia meminta agar tenggat waktu Brexit pada 29 Maret diperpanjang  karena pemerintah Inggris masih mencari cara untuk keluar dari Uni Eropa setelah bergabung selama 46 tahun.

Diplomat senior Uni Eropa mengatakan pejabat-pejabat Uni Eropa masih menahan keputusan final tentang penundaan Brexit dalam pertemuan itu. Tapi, tergantung dengan apa yang diminta May kepada mereka.

"Sekarang tampaknya kami harus menunggu sampai sepekan sampai dewan mencari tahu apa yang sedang terjadi," kata diplomat senior tersebut.

Ketua Parlemen Inggris John Bercow mengatakan perintahnya sesuai dengan konvensi pada 1604, seharusnya tidak dianggap sebagai pernyataan akhirnya dan pemerintah harus membawa proposisi lain yang tidak sama dengan rencana yang sudah diajukan sebelumnya.

Karena sekarang May harus memperbaiki kesepakatan dengan Uni Eropa yang ia ajukan dengan cara menambah inovasi hukum dan prosedurnya, perintah Bercow ini dapat diartikan ia ingin memberikan kesempatan sekali lagi kepada pemerintah Inggris. Hal itu terutama untuk menggelar pemungutan suara ketiga.

Pada pekan lalu Barclay mengatakan Inggris harusnya tidak khawatir untuk melepas kesepakatan. Hal itu dapat diartikan pemerintah Inggris sedang mencari opsi lain dan perubahan, penambahan, atau pergantian dukungan dari anggota parlemen dapat mengubah konteks dari rencana yang sudah diajukan.

"Ketua parlemen sendiri sudah menunjukan kemungkinan solusinya, dia sendiri pernah mengatakan perintah sebelumnya tidak berarti terikat dengan sebuah preseden, anda bisa memiliki gerakan yang sama tapi ketika situasinya sudah berubah," kata Barclay.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement