REPUBLIKA.CO.ID, KUTAI BARAT -- Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) bekerja sama dengan pihak terkait di Provinsi Kalimantan Timur, melepasliarkan seekor badak betina ke Suaka Badak Kelian (SBK). Badak itu telah menjalani masa karantina selama tiga bulan dalam boma.
“Badak yang dilepasliarkan hari ini diberi nama Pahu. Ia termasuk badak sumatra (Dicerorhinus sumatrensis). Meski namanya sumatera, namun ini merupakan spesies di Kalimantan dan Sumatra,” ujar Staf Ahli Menteri ESDM Bidang LH & Tata Ruang Satry Nugraha di Kutai Barat, Rabu (20/3).
Sebelumnya, badak betina itu berhasil diselamatkan di Kabupaten Kutai Barat, Provinsi Kaltim. Badak tersebut diketahui masuk dalam pit trap (lubang jebakan) nomor 4 yang berada dekat anak Sungai Tunuq, pada Ahad (25/11/2018) pagi.
Pelepasliaran itu dilakukan oleh KLHK bekerja sama dengan Pemerintah Kabupaten Kutai Barat, dan Aliansi Penyelamatan Badak Sumatera.
Pemindahan badak ke SBK, Kutai Barat, itu dilakukan berdasarkan rekomendasi dari tim dokter dan sesuai dengan Peraturan Dirjen KSDAE Nomor P.01/KSDAE/SET/KSA.2/2/2018 tentang Prosedur Operasi Standar Translokasi Badak Jawa, Badak Sumatera, dan Badak di Kalimantan.
Sementara itu, tim penyelamat badak sumatera merupakan para ahli yang terdiri dari unsur pemerintah, mitra, dan organisasi konservasi badak. Tim ini terdiri dari tim kesehatan, yaitu dokter hewan, perawat badak, dan pencari pakan. Selain itu ada pula tim monitoring, yaitu personel cek pit trap, monitoring pergerakan badak harian, serta personel penyiapan kandang angkut, boma, dan koridor.
Badak Pahu mempunyai panjang badan 200 cm dan tinggi 101 cm, relatif lebih kecil jika dibandingkan badak sumatera yang ada di Sumatra.
Berat badan Pahu saat pertama masuk karantina seberat 320 kg, dan terus meningkat sejalan dengan tercukupinya nutrisi melalui asupan pakan yang yang diberikan tiap harinya.
Saat ini berat badan Pahu sudah mencapai 360 kg, cukup ideal jika dibandingkan dengan ukurannya. Berdasarkan struktur giginya, umur Pahu diperkirakan lebih dari 25 tahun.
"Harapan kami tentu pasca operasional tambang oleh PT KEM, maka lokasi tersebut dapat kembali seperti semula yang mampu mendukung fungsi ekologi dan hidrologi sehingga badak dan lainnya bisa berkembangbiak," kata Satry.