REPUBLIKA.CO.ID, MATARAM -- Kantor Imigrasi Kelas I Mataram mendeportasi delapan warga negara asing (WNA) asal Amerika Serikat (AS) yang tergabung dalam NGO International Medical Relief (IMR) melalui Bandara Internasional Lombok, secara bertahap mulai Sabtu (16/3) hingga Senin (18/3).
"Deportasi dilakukan karena kedelapan warga AS tersebut tidak memiliki izin dari lembaga terkait saat melakukan pemeriksaan kesehatan di Desa Karang Nangka, Tanjung, Lombok Utara," ujar Kepala Kantor Imigrasi Kelas I Mataram Kurniadie di Mataram, NTB, Rabu (20/3).
Kurniadie menjelaskan kedelapan warga AS tersebut adalah EMF (25), CSKC (37), PR (51), KM (43), MR (24), MH (40), KK (23), dan ABH (44). Kurniadie menceritakan, kedelapan warga AS diketahui masuk ke Indonesia pada 25 Februari hingga 9 Maret 2019 dengan menggunakan bebas visa kunjungan yang berlaku selama 30 hari. Kemudian, pada 11 Maret lalu operasi pengawasan keimigrasian mendapati delapan warga AS tersebut sedang melakukan pemeriksaan kesehatan kepada warga.
"Mereka melakukan bakti sosial dengan melakukan pemeriksaan dan pengobatan kepada warga Lombok Utara secara mandiri tanpa didampingi organisasi lokal. Selain itu, NGO IMR tersebut tidak memiliki izin atau surat rekomendasi dari Dinas Kesehatan atau Dinas Sosial," kata Kurniadie.
Kurniadie menyampaikan NGO IMR berasal dari AS dan bergerak dalam bidang bantuan daerah terdampak bencana di seluruh dunia, kesehatan, pendidikan, dan kebersihan lingkungan. Kurniadie menerangkan, secara keimigrasian, kedelapan warga AS tersebut melanggar pasal 75 angka 1 Undang-Undang Nomor 6 tahun 2011 tentang Keimigrasian sehingga dilakukan deportasi. Selain itu NGO IMR melanggar Pasal 2 Peraturan Menteri Kesehatan (PMK) no. 67 /2013 tentang Pendayagunaan Tenaga Kesehatan Warga Negara Asing.
Selain itu, lanjut Kurniadie, tim operasi juga menemukan 69 jenis obat dan 11 di antaranya tidak terdaftar atau tidak memiliki izin edar di Indonesia. Dia menyampaikan, BPOM Provinsi NTB melakukan penyitaan 69 jenis obat-obatan tersebut dan akan memusnahkan 11 jenis obat yang tidak memiliki izin edar.
"Penyidik berpendapat bahwa NGO IMR dipandang tidak mengindahkan Undang-Undang Nomor 36 tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan dan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 67 tahun 2013 tentang Pendayagunaan Tenaga Kesehatan Warga Negara Asing," ucap Kurniadie.