REPUBLIKA.CO.ID, AMBON -- Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengimbau masyarakat untuk tidak menghawatirkan dampak ekuinoks yang terjadi karena hanya fenomena biasa. "Masyarakat diimbau tetap tenang, tidak perlu mengkhawatirkan dampak dari ekuinoks sebagaimana disebutkan dalam isu yang berkembang akhir-akhir ini," katanya di Ambon, Senin (25/3).
Ia mengatakan ekuinoks bukan seperti gelombang panas atau heat wave yang dapat meningkatkan suhu secara drastis, serta kejadian peningkatan suhu udara ekstrem di luar kebiasaan dan berlangsung dalam waktu yang cukup lama. "Tidak selamanya saat ekuinoks terjadi kemudian berdampak pada suhu ekstrem," katanya.
Dia menjelaskan ekuinoks merupakan salah satu fenomena astronomi dimana matahari melintasi garis khatulistiwa dan secara periodik berlangsung dua kali dalam setahun, yaitu pada 21 Maret dan 23 September. Saat fenomena berlangsung, matahari dengan bumi memiliki jarak paling dekat sehingga konsekuensinya wilayah tropis sekitar ekuator akan mendapatkan penyinaran matahari maksimum.
"Secara umum rata-rata suhu maksimum di wilayah Indonesia berada dalam kisaran 32-36°C," ujarnya.
Secara umum kondisi cuaca di wilayah Indonesia cenderung masih lembab atau basah. Beberapa wilayah Indonesia saat ini sedang memasuki periode transisi atau pancaroba. Pihaknya mengimbau masyarakat untuk tetap mengantisipasi kondisi cuaca yang cukup panas dengan meningkatkan daya tahan tubuh dan tetap menjaga kesehatan keluarga serta lingkungan.
"Masyarakat diimbau untuk minum air putih dan beraktifitas yang lebih di luar ruangan saat matahari terik, karena dapat menyebabkan dehidrasi jika asupan air kurang di dalam tubuh, sementara aktivitas fisik lebih banyak," tambahnya.