REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Organisasi Kerja Sama Negara-Negara Islam (OKI) mengutuk keputusan Amerika Serikat (AS) yang memberikan pengakuan atas penguasaan Dataran Tinggi Golan, menjadi milik Israel.
Dalam pernyataan resmi, pada Rabu (27/3) OKI menilai politik luar negeri Paman Sam akan melanggengkan permusuhan antara negara-negara Arab, dengan negara Zionis.
Pengakuan AS atas penguasan Dataran Tinggi Golan oleh Israel itu juga melanggar resolusi Dewan Keamanan Persatuan Bangsa Bangsa (DK-PBB) nomor 242/1967, dan 497/1981.
“Bahwa tindakan (AS) ini, merupakan pelanggaran terhadap hukum internasional dan resolusi PBB yang relevan selama ini,” begitu pernyataan resmi OKI yang dikutip dari laman resmi, Kamis (28/3).
OKI menebalkan, Dataran Tinggi Golan adalah bagian dari geografis pemerintahan Suriah. Dengan begitu, OKI memutuskan, pengakuan AS yang memberikan hak atas Israel menguasai Dataran Tinggi Golan tak berlaku.
OKI juga mendesak negara-negara Eropa dan kawasan Asia menolak pengakuan AS kepada Israel atas dataran tinggi yang berada di sebelah barat daya Damaskus tersebut.
“OKI mendesak semua negara-negara Islam dan di dunia untuk menghormati resolusi dan hukum internasional yang berlaku di Golan. Dan tidak mengakui tindakan apapun yang tidak sesuai dengan hukum-hukum internasional dan resolusi PBB,” begitu sambung pernyataan resmi OKI.
Pada Rabu (27/3) WIB, Presiden AS Donald Trump sepihak memberikan pengakuan kepada Israel atas penguasaan Dataran Tinggi Golan.
Keputusan tersebut, disampaikan langsung secara tertulis, saat Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu berkunjung ke Gedung Putih, di Washington, AS, Selasa (26/3) waktu setempat.
Keputusan Trumph tersebut, membuat Israel kini berhak atas tanah tinggi yang berbatasan dengan empat negara sekaligus, Lebanon, Yordania, dan Suriah.
Dataran Tinggi Golan, sebetulnya milik Suriah. Pendirian negara Zionis yang memicu Perang Enam Hari atau Perang Arab Vs Israel jilid I antara Israel dan negara-negara Arab, termasuk Suriah, membuat Dataran Tinggi Golan dikuasai Negara Yahudi.
Pada Perang Arab Vs Israel jilid II atau dikenal Perang Yom Kipur 1973, Suriah berhasil memukul mundur pasukan Zionis dari Dataran Tinggi Golan dan kembali menguasai kawasan tersebut.
Akan tetapi, serangan balik Israel pada tahun itu juga, membuat kawasan tersebut, kembali dikuasai Zionis.
Sampai hari ini, dua bukit yang dikenal dengan puncak Hermon dan Booster dikuasai oleh Israel. Dua bukit tersebut, dianggap vital oleh Israel sebagai benteng pertahanan dan gardu pandang militer di sebelah utara.
Meski dikuasai oleh Israel, tetapi, tak ada negara yang mengakui penguasaan tersebut.
Namun pengakuan AS kepada Israel atas penguasaan Dataran Tinggi Golan, mengancam geo-politik di kawasan Timur Tengah.
Di Istanbul, Presiden Turki Reccep Tayyib Erdogan mengecam pengakuan tersebut. “Anda (Trump) tidak mempunyai yuridiksi apapun untuk memberikan hak kepada Israel menguasai wilayah yang tak dimiliki oleh mereka,” kata dia, seperti mengutip Hurriyet Daily News.
Di Teheran, Presiden Iran, Hassan Rouhani, pun mengutuk keputusan AS tersebut.
“Apakah anda bisa membayangkan, Amerika yang tidak terhubung dengan wilayah anda, memberikan tanah anda kepada satu bangsa yang tidak pernah diakui?,” kata Rouhani, seperti dikutip dari kantor berita resmi IRNA.
Kata Rouhani, aksi Trump tersebut, bukan cuma melanggar hukum internasional. Namun mengancam negara-negara di kawasan, untuk kembali terlibat eskalasi militer yang tinggi.
“Ini akan berdampak negatif pada perdamaian negara-negara di kawasan,” sambung dia.
Pemimpin-pemimpin negara di kawasan Timur Tengah, seperti Arab Saudi, Uni Emirate Arab (UEA), Bahrain, Qatar, dan Kuwait, pun melayangkan protes yang sama.
Di Jakarta, Pemerintah Republik Indonesia (RI), lewat rilis resmi Kementerian Luar Negeri (Kemenlu), pun menolak keputusan AS yang memberi pengakuan kepada Israel atas penguasaan Dataran Tinggi Golan.
Dalam pernyataan resmi, Indonesia tetap mengakui Dataran Tinggi Golan, sebagai wilayah Republik Suriah.