Ahad 31 Mar 2019 09:49 WIB

Jokowi: Jangan Ada yang Remehkan TNI Kita

Jokowi merespons Prabowo yang menilai TNI masih rapuh.

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Indira Rezkisari
Capres No 01 Joko Widodo ketika mengikuti debat keempat Capres 2019 di Hotel Shangri-La, Jakarta, Sabtu (30/3).
Foto: Republika/Prayogi
Capres No 01 Joko Widodo ketika mengikuti debat keempat Capres 2019 di Hotel Shangri-La, Jakarta, Sabtu (30/3).

REPUBLIKA.CO.ID, MAKASSAR -- Calon presiden (capres) nomor urut 01, Joko Widodo (Jokowi), kembali menyinggung soal kekuatan Tentara Nasional Indonesia (TNI) dalam kampanyenya di Lapangan Karebosi Makassar, Sulsel, Ahad (31/3) pagi. Pernyataan Jokowi ini sekaligus merespons pendapat capres 02, Prabowo Subianto, di atas panggung debat antarcapres pada Sabtu malam kemarin yang menyebut bahwa kekuataan TNI masih rapuh.

"Semalam saya sampaikan bahwa TNI Polri adalah sebuah kekuatan besar. Perlu saya sampaikan karena dalam debat semalam saya 100 persen percaya pada TNI kita," jelas Jokowi di Makassar, Ahad (31/3).

Baca Juga

Jokowi juga menyebutkan, kekuatan militer Indonesia saat ini menduduki peringkat nomor 1 di ASEAN dan nomor 5 di Asia. Bahkan, kekuatan TNI tercatat terkuat ke-15 di seantero dunia.

"Saya ulangi lagi. Jangan sampai ada yang meremehkan TNI kita. Setuju nggak?" kata Jokowi.

Dalam debat semalam, capres 02 Prabowo Subianto menilai belum ada keunggulan yang nyata yang dimiliki Indonesia dalam Diplomasi Internasional. Menurut Prabowo, saat ini, diplomasi Indonesia masih dianggap sebelah mata oleh negara lain. Diplomasi, ujar Prabowo, harus dibackup kekuatan militer.

"Pak diplomasi kalau hanya senyum-senyum jadi nice guy ya begitu saja Pak, kalau ada armada yang masuk ke negara kita, apa yang bisa kita perbuat. Jadi bukan saya tak percaya, saya ini TNI Pak, saya pertaruhkan nyawa di TNI, saya lebih TNI daripada banyak TNI," kata Prabowo.

Menurut Prabowo, diplomasi  digunakan untuk memajukan kepentingan nasional sebuah negara melalui jalan-jalan perundingan dan jalan-jalanpertukaran diplomasi. Tetapi diplomasi tak bisa hanya dengan menjadi mediator. Karena pada akhirnya diplomasi bagian untuk supaya mempertahankan kepentingan pertahnan inti. Oleh karenanya, diplomasi harus didukung kekuatan.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement