REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kuasa hukum Oesman Sapta Odang (OSO), Herman Kadir, mengatakan kliennya tetap akan menempuh jalur hukum untuk menghadapi sikap Komisi Pemilihan Umum (KPU) terkait pencalonan kliennya sebagai anggota DPD. OSO akan mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat dan melanjutkan laporan ke Polda Metro Jaya.
"Kami akan mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum ke PN Jakarta Pusat dan melanjutkan laporan yang di Polda Metro Jaya," ujar Herman ketika dikonfirmasi, Ahad (7/4).
Dia melanjutkan, gugatan rencananya akan diajukan dua pekan mendatang. Saat ini, kuasa ukum OSO masih mengumpulkan alat bukti.
Herman mengatakan, gugatan ke PN Jakarta Pusat ini tidak tergantung kepada semakin dekatnya pelaksanaan pemungutan suara pemilu yang hanya tinggal menghitung hari. "Gugatan ini terkait dengan ganti rugi. Kami akan ajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat sesuai domisili KPU," tegasnya.
Terkait laporan ke Polda Metro Jaya, Herman mengatakan penyidik sudah mengeluarkan Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP). "Ahli sudah dua orang diperiksa, dan menurut Ahli sudah memenuhi unsur delik," tambahnya.
Sebelumnya, nama OSO hingga saat ini tidak tercantum dalam daftar calon tetap (DCT) dan surat suara Pemilu 2019. Komisioner KPU Hasyim Asy'ari mengatakan KPU tetap berpatokan pada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal pencalonan DPD.
Jika tidak menjalankan putusan MK, KPU akan dianggap melakukan pembangkangan terhadap konstitusi. "Kalau KPU tidak mengikuti putusan MK, kami akan juga dianggap melakukan pembangkangan konstitusi," katanya pada Jumat (5/4).
Hasyim menuturkan putusan MK Nomor 30/PUU-XVI/2018, menyatakan pengurus parpol dilarang mencalonkan diri sebagai anggota DPD. Jika ingin ditetapkan sebagai calon DPD, maka yang bersangkutan harus mengundurkan diri dari parpolnya.
Hal ini berlaku juga bagi OSO yang mencalonkan diri menjadi anggota DPD. Namun, OSO tidak mengundurkan diri dari parpol sehingga KPU tidak memasukkannya ke dalam DCT calon anggota DPD Pemilu 2019.
Bagi KPU, kata Hasyim, yang menjadi ukuran adalah konstitusi dan putusan MK. "Sekarang kan ukuran itu bisa dijadikan ukuran, sebenarnya siapa yang jadi pembangkang konstitusi," pungkas dia.
Putusan PTUN Jakarta Nomor 242/G/SPPU/2018/PTUN-JKT telah memerintahkan KPU membatalkan SK Penetapan DCT Calon DPD Pemilu 2019. PTUN juga memerintakan menerbitkan SK baru tentang Penetapan DCT Calon DPD dengan memasukkan nama OSO di dalamnya.
Kubu OSO telah melakukan berbagai langkah hukum agar KPU menjalankan putusan PTUN tersebut termasuk melaporkan KPU ke Bawaslu dan DKPP. Terakhir, kubu OSO melaporkan ke KPU ke Presiden Jokowi dan Presiden sudah mengirimkan surat ke KPU agar menjalankan putusan PTUN soal OSO.