REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Tuberculosis (TBC) merupakan penyakit paling mematikan ketiga di dunia yang disebabkan bakteri yang menyerang paru-paru dan menyebar lewat udara. Di Kota Bandung jumlah penderita TBC pun meningkat.
Kepala Dinas Kesehatan Kota Bandung Rita Verita mengatakan penyebaran TBC di Kota Bandung pun tak bisa disepelekan. Pada tahun 2017, ditemukan 9.623 kasus di seluruh rumah sakit di Kota Bandung. Jumlah tersebut meningkat tahun 2018 menjadi 10.033 kasus.
Rita pun mengajak seluruh masyarakat untuk lebih menyadari bahaya TBC bagi tubuh. Edukasi merupakan hal penting dalam penanganan TBC. Ia menekankan agar warga meningkatkan kepedulian kepada para penderita TBC.
“Kita mengajak kepada masyarakat untuk peduli terhadap penyakit TBC. Karena penyakit ini masih yang menyebabkan kematian terbanyak ketiga di dunia,” kata Rita dalam siaran persnya saat peringatan Hari TBC Sedunia Tingkat Kota Bandung, Ahad (7/4).
Bentuk kepedulian itu, lanjut Rita, yaitu dengan konsep TOSS TBC, atau Temukan, Obati Sampai Sembuh TBC. Warga yang menemukan ada kasus TBC diimbau untuk segera diobati ke fasilitas kesehatan terdekat.
“Saya mohonkan kepada masyarakat bila menemukan pasien yang batuknya lebih dari tiga minggu tidak sembuh-sembuh, segera bawa ke Puskesmas untuk diperiksakan sehingga kiranya dapat dengan cepat diketahui. Kita bisa menekan angka penularan dan angka kesakitan TBC di Kota Bandung,” tuturnya.
Hal senada juga diungkapkan Ketua Yayasan Terus Berjuang, Dewi Wulan yang juga seorang penyintas TBC. Menurutnya, hal yang paling penting dalam pengobatan TBC adalah disiplin. Peran orang terdekat untuk terus mendampingi selama pengobatan juga amat penting.
Dewi menyatakan, TBC dapat disembuhkan asalkan pasien disiplin dalam berobat, yakni harus tepat waktu dan tepat dosis. Hal tersebut penting untuk menekan perkembangan bakteri di dalam tubuh. “Insya Allah kalau TBC itu asalkan minum obatnya teratur, tepat waktu, dan disiplin, kita bisa sembuh. Buktinya saya,” ujarnya.
Ia pun bersama Yayasan Terus Berjuang senantiasa memberikan edukasi dan pendampingan kepada para pasien TBC yang masih berjuang untuk sembuh. Apalagi, penderita TBC yang resisten terhadap obat terbilang cukup banyak.
Ia pun meminta kepada masyarakat agar mendampingi pasien TBC selama pengobatan. Jangan memberikan stigma kepada penderita TBC sehingga ia dijauhi oleh lingkungannya. “Untuk masyarakat, jangan jauhi penderita TBC tapi kita dekati dan bantu pengobatannya,” ujarnya.