REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Persebaya harus puas hanya menjadi runner up di Piala Presiden 2019, setelah kalah dari Arema FC dalam pertandingan final leg kedua di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jumat (12/4) malam. Persebaya menyerah dengan skor 0-2 dari Arema, yang membuat aggregat gol menjadi 2-4.
Pelatih Kepala Persebaya, Djadjang Nurdjaman, menilai, kekalahan timnya akibat lini tengah yang 'keropos'. Padahal timnya dinilai sudah mampu meredam pergerakan lini depan klub 'Singo Edan'.
"Ini jadi evaluasi kami," kata Djadjang kepada wartawan di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jumat malam (12/4).
Selain aspek tersebut, Djadjang berpendapat, masalah ketenangan dan kekompakan menjadi salah satu penyebab kekalahan tim. Problem di bagian ini menyebabkan tim harus kehilangan banyak peluang. Karena hal tersebut, setiap penyelesaian akhir selalu berakhir gagal.
"Ini akan kita perbaiki," tegasnya.
Salah satu contoh pemain yang tidak tenang terlihat pada Kiper Persebaya, Abdul Rohim. Djadjang menilai hal ini wajar, mengingat individu tersebut masih terbilang baru bergabung dengan tim besar seperti Persebaya. Masalah mental yang mungkin akan ditingkatkan di para pemain ke depannya.
Meski banyak hal yang perlu diperbaiki, Djadjang mengaku, belum bisa memutuskan pergantian maupun penambahan pemain baru. Hal ini harus didiskusikan terlebih dahulu dengan manajemen tim.
Arema FC untuk kedua kalinya berhasil membawa Piala Presiden 2019 kembali. Kemenangan ini diperoleh melalui dua gol yang tercipta selama 90 menit pertandingan.
Gol pertama sebelumnya terjadi di menit ke-42. Lebih tepatnya, melalui umpan Makan Konate yang kemudian dieksekusi oleh Nur Hardianto. Sementara gol selanjutnya disumbangkan oleh Riky Kayame di menit tambahan babak kedua.