REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Pada masa-masa berikutnya, bentuk kubah terus mengalami revolusi. Mulai dari munculnya kubah bergalur dengan desain memutar, hingga kubah yang dihiasi pahatan rumit. Gaya kubah berornamen cukup digemari kala itu, bahkan hingga kini.
Ornamen standar dengan pola bintang, bunga atau dedaunan, hingga pola rumit yang abstrak tak pernah gagal membuat kagum siapa pun yang memandang. Kreativitas pengrajin kubah di Kairo inilah, yang sedikit banyak memengaruhi arsitektur kubah di negara-negara Islam lainnya, termasuk Indonesia.
Namun, kebanyakan kubah di Kairo tidak digunakan untuk masjid. Di kota ini, kubah umumnya digunakan untuk makam raja atau orang-orang penting. Mereka biasanya membangun kubah di atas mausoleum (ruang pemakaman), seperti yang masih banyak ditemui di pemakaman kuno di utara dan selatan Kairo.
Salah satu bangunan berkubah paling megah di Kairo pada abad pertengahan dibangun oleh Sultan Barquq dan kedua putranya, Farag dan Abdul Aziz. Bangunan tersebut terdiri atas dua kamar berkubah besar yang berisi makam keluarga, dengan halaman luas, dan aula besar.
Dindingnya tinggi berlapis marmer, dilengkapi lantai berpola mozaik. Meski dipergunakan untuk tempat bersemayam jenazah, nilai estetika mausoleum telah diakui oleh banyak pengamat seni dari Timur maupun Barat.
Aplikasi kubah dalam arsitektur bangunan juga tampak di New York. Salah satunya di Masjid al-Falah di Queens, New York. Masjid yang didirikan pada 1982 oleh Muslim asal Pakistan dan Bangladesh ini memiliki kubah dan menara yang mewakili identitas umum komunitas Islam.
Bagi umat Islam di negara Paman Sam, kubah bukan hanya menunjukkan identitas, melainkan memiliki makna yang lebih mendalam. Sama halnya seperti Masjid Nabawi di Madinah, kubah berfungsi sebagai penyatu bagi umat Islam dari berbagai budaya dan bahasa di sekelilingnya. Seperti halnya Masjid al-Falah, bangunan berkubah ini menjadi simbol kehadiran Islam di dunia sekuler.
"Kami berada di Amerika sekarang, di mana orang tertarik untuk memahami orang lain melalui arsitektur mereka," kata Direktur Islamic Cultural Center (ICE), Imam Abdel Rahmen Osman, seperti dikutip laman aramcoworld.