Kamis 18 Apr 2019 18:03 WIB

Polri: Konten Provokatif Meningkat Usai Quick Count Pilpres

Peningkatanya mencapai 40 persen dari sebelum hari pencoblosan.

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Andi Nur Aminah
Karopenmas Divisi Humas Polri, Brigjen Pol Dedi Prasetyo (tengah)
Foto: Republika TV/Wisnu Aji Prasetiyo
Karopenmas Divisi Humas Polri, Brigjen Pol Dedi Prasetyo (tengah)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mabes Polri mencatat adanya peningkatan konten provokasi di media sosial (medsos) setelah lewat hari pencoblosan Pemilu 2019, Rabu (17/4). Direktorat Siber Bareskrim Polri, mencatat peningkatan mencapai 40 persen dari sebelum hari pencoblosan. Peningkatan konten provokasi tersebut tak lepas dari hasil sementara Pilpres 2019. 

“Narasi provokatif yang disampaikan beragam. Kebanyakan untuk melakukan aksi-aksi pengumpulan massa,” kata juru bicara Mabes Polri, Brigjen Dedi Prasetyo, di Jakarta, Kamis (18/4).

Baca Juga

Dedi enggan menyebutkan konten provokasi tersebut, terafiliasi dengan salah satu pasangan kontestan Pilpres 2019. Akan tetapi, ia mengatakan dari hasil patroli Tim Siber Polri, sampai Kamis (18/4) menunjukkan adanya puluhan akun-akun media sosial yang menayangkan konten-konten provokasi. “Kalau sebelumnya, kita melihat ada sekitar 15 akun. Setelah patroli, peningkatannya mencapai 40 persen,” kata Dedi.

Ragam konten provokasi tersebut, tersebar di berbagai platform media sosial. Seperti Twitter, Instagram, Facebook, bahkan Youtube, dan aplikasi komunikasi massal Whatsapp. Sebagai respons konten provokasi tersebut, saat ini Tim Siber Mabes Polri sedang melakukan upaya pencegahan agar tak berujung pada aksi nyata di akar rumput.

Ia pun menyerukan agar masyrakat, dan kedua pendukung kontestan Pilpres 2019, tak terpancing dengan aksi provokasi tersebut. Ia pun menegaskan, agar tak menambah bentuk provokasi tambahan. “Saat ini, kita berkordinasi dengan kementerian knformasi dan komunikasi,” ujar dia.

Kordinasi lintas lembaga tersebut, sebagai usaha Polri agar akun-akun berkonten provokasi tersebut, dapat dihapus. “Kita minta agar akun-akun itu dapat di-take down (dihapus paksa),” kata Dedi. Namun, ia memastikan tetap akan melakukan proses hukum terkait dengan akun-akun berkonten provokasi tersebut.

Pilpres 2019 kemarin memang belum memastikan siapa pemenangnya. Hasil quick count banyak lembaga survei nasional, menempatkan keunggulan bagi pasangan pejawat 01 Joko Widodo (Jokowi) dan Maruf Amin denga keterpilihan sebesar 54-55 persen. Namun keunggulan tersebut mendapat pertentangan. Pasangan penantang dari 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno mengklaim kemenangan sebesar 62 persen.

Dua hasil subjektif tersebut, memicu para pendukung untuk saling klaim kemenangan. Dua capres kontenstan, baik Jokowi dan Prabowo, pun sama-sama berusaha saling meredam para pendukungnya untuk tetap tenang menunggu hasil penghitungan resmi Komisi Pemilihan Umum (KPU). Akan tetapi, seruan dari dua junjungan tersebut, seperti tak mempan ke para pendukung di media sosial.

 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement