REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemilihan Umum (KPU) dinilai harus memperbaiki kinerja. Hal ini lantaran banyaknya perkara teknis dan nonteknis ditemukan dalam penyelenggaraan Pemilu pada 17 April 2019 lalu.
Pendiri lembaga survei KedaiKOPI Hendri Satrio menyebut, banyak kendala teknis yang seharusnya dapat diantisipasi KPU agar ke depan, pemilu dapat berjalan lebih baik.
"Kinerja KPU harus lebih ditingkatkan. Saya enggak mau bilang buruk, (kinerja KPU) ini bagus tapi harus lebih keras karena banyak hal terjadi di lapangan, yang menurut saya tidak perlu terjadi," ujar Hendri dalam diskusi di Jakarta Pusat, Sabtu (20/4).
Hendri mencontohkan kendala berdasarkan pengalamannya, yakni terjadi keterlambatan waktu pencoblosan yang seharusnya dimulai pukul 07.00 WIB. Namun, pemungutan suara baru dilaksanakan dua jam kemudian. Hendri juga menyoroti jumlah surat suara di TPS yang lebih banyak dari jumlah warga yang mencoblos.
"Di TPS saya saja kelebihan 3 surat suara. Dan kemudian harus clear juga peraturannya, mulai pukul 07.00 WIB itu panitianya baru siap-siap atau bagaimana?" kata Hendri.
Hendri juga menyoroti keterlambatan logistik di banyak TPS. Sehingga, pemungutan suara harus ditunda. Adanya petugas TPS yang meninggal karena kerja terlalu keras juga menjadi sorotan. Peneliti Network For Democracy and Electoral Integrity (NETGRIT) Ferry Rizkiyansyah menilai, hal ini bisa saja disebabkan karena skema pemilu serentak dengan lima surat suara.
Petugas TPS menjadi kelelahan karena beban kerja berlebih, bahkan melakukan penghitungan suara hingga dini hari. "Mungkin kedepan pemilu tetap dipisah saja," kata dia.