REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - - Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani mengatakan, swasta harus diberi peluang untuk mengelola air bersih di dalam negeri, termasuk di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Bandung dan lainnya.
"Ini untuk mengatasi keterbatasan anggaran pemerintah dalam menyediakan air bersih," kata Hariyadi di Jakarta, Senin (22/4).
Menurut Hariyadi, selama ini banyak masyarakat yang sulit mendapatkan air bersih karena anggaran pemerintah yang terbatas untuk penyediaan air. Sementara, BUMN yang mendapatkan tugas dari pemerintah dalam penyediaan air, juga tidak mampu memenuhi kebutuhan air bagi masyarakat di banyak wilayah.
"Kalau misalnya swasta macam-macam, cabut saja izinnya. Berdasarkan UUD 45 pasal 33 memang air itu dikuasai oleh negara, tetapi yang dikuasai itu izinnya. Ini orang mau mengusahakan air, mau investasi, jangan dilarang," ujarnya.
Menurut dia, dengan masuknya swasta dalam pengelolaan dan penyediaan air bersih, bukan berarti menutup akses masyarakat dalam mendapatkan sumber air yang layak konsumsi. Sebab, bisa diatur sumber mata air yang tetap dapat diakses langsung masyarakat.
"Contohnya air minum dalam kemasan, itu mereka menjaga sekali sumber airnya. Makanya tidak bisa sembarangan. Tapi kalau masyarakat mau ambil dari sumber mata air itu, bisa diatur. Cuma ini kan masalah keamanan," kata dia.
Terkait polemik pengelolaan air bersih yang disampaikan sejumlah LSM yang mendesak pengelolaan air bersih sepenuhnya dikelola BUMD, menurut Hariyadi, usulan itu justru menghambat realisasi pelayanan air bersih untuk masyarakat.
"Ini ada yang menggugat masalah UU Sumber Daya Air ke MK, akhirnya dikabulkan sehingga untuk investasi di bidang air ini harus BUMN atau BUMD. Kalau mereka tidak mampu baru swasta. Itu dampaknya akan terjadi pencari rente baru karena dikasihnya hanya boleh BUMN atau BUMD. Akhirnya orang tidak mau investasi di situ," kata dia.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Danis Sumadilaga mengakui, APBN memang tidak mampu sepenuhnya memenuhi kebutuhan pembangunan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) di dalam negeri.
"Sebetulnya diharapkan ini bukan dari APBN. APBN ini mungkin hanya mampu 30 persen, sisanya 70 persen diharapkan dari swasta," kata Danis.
Karena itu, lanjut Danis, dia berharap skema kerja sama pemerintah dan badan usaha (KPBU) untuk penyediaan air bersih ini bisa ditingkatkan. Dengan demikian, banyak SPAM yang bisa dibangun dalam rangka penyediaan air bersih bagi masyarakat.
Proyek penyediaan air bersih merupakan salah satu program Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) yang tak dapat memenuhi target hingga 2019 berakhir.
Saat ini proyek air bersih nasional baru mencapai angka 76 persen dari target yang dicanangkan pemerintah.