REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Dana Moneter Internasional (IMF) mengatakan bahwa tekanan pasar keuangan di Sri Lanka tampak terkendali setelah serangan bom Minggu Paskah. Namun kebijakan dan tindakan keamanan yang tegas diperlukan untuk menopang sektor pariwisata yang sangat penting di pulau itu.
Setidaknya 321 orang tewas dan sekitar 500 lainnya luka-luka dalam serangan hari Minggu di gereja dan hotel. "Tekanan pasar keuangan awal tampaknya telah tertahan setelah serangan," kata kepala misi IMF Sri Lanka Manuela Goretti dalam sebuah pernyataan yang dikeluarkan di Washington, dilansir Reuters, Kamis (25/4).
Kebijakan yang menentukan dan langkah-langkah keamanan oleh pihak berwenang akan menjadi penting, khususnya untuk pariwisata. "Sektor ini menyumbang 5 persen dari PDB, untuk membangun kinerja yang kuat beberapa tahun terakhir," tambahnya.
Indeks saham Sri Lanka turun 2,6 persen pada Selasa (23/4) pada hari pertama perdagangan sejak serangan itu. Sementara rupee yang sangat dijaga dalam kondisi stabil di sekitar 174,5 terhadap dolar AS.
Sektor pariwisata Sri Lanka senilai 4,4 miliar dolar AS adalah sumber mata uang asing terbesar ketiga dan paling cepat berkembang di negara itu, setelah pengiriman uang dan ekspor garmen. Analis mengatakan keruntuhan pariwisata akan menjadi pukulan berat bagi perekonomian Sri Lanka dan berpotensi memaksanya untuk mencari tambahan pinjaman dari IMF.
IMF bulan lalu setuju untuk memperpanjang program pinjaman 1,5 miliar dolar AS untuk Sri Lanka selama satu tahun tambahan hingga 2020. Langkah ini telah memperkuat status pulau itu sebagai pasar utang perbatasan dengan kinerja terbaik tahun ini. IMF mengatakan dewannya pada pertengahan Mei akan melakukan pemungutan suara final pada perpanjangan dan peninjauan kelima dari program pinjaman, yang diluncurkan pada 2016.
"Perpanjangan tahun itu akan memberi pemerintah Sri Lanka waktu tambahan untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan menyelesaikan agenda reformasi mereka," kata Goretti.
Dia mengatakan Sri Lanka telah membuat kemajuan penting dalam mereformasi ekonominya termasuk dengan memperbaiki sistem pajaknya, memperkuat program jaring pengaman sosial dan beralih ke penargetan inflasi bank sentral.
"Anggaran 2019 yang disetujui pada awal April mencapai keseimbangan yang baik antara memajukan konsolidasi fiskal berbasis pendapatan, yang penting untuk menopang kepercayaan pasar mengingat tingginya utang dan kebutuhan refinancing Sri Lanka, sambil memberi ruang bagi modal kritis makro dan pengeluaran sosial dan langkah-langkah pajak yang ramah bisnis, "katanya.