REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) tidak mempersoalkan tuntutan sejumlah pihak untuk membentuk tim pencari fakta (TPF) pemilu. Anggota Bawaslu Rahmat Bagja bahkan mempersilakan TPF Pemilu dibentuk karena hal itu tidak dilarang.
"Silakan saja, silakan, mau pencari fakta, pencari kecurangan, pencari hal-hal yang lain, mau uploading C1, silakan," ujar Bagja ketika dikonfirmasi, Kamis (25/4).
Bagja menambahkan, TPF Pemilu nantinya bisa membantu tugas Bawaslu dalam menemukan dugaan pelanggaran dan kecurangan Pemilu 2019. Namun, ia mengingatkan, ruangan penghitungan dan rekapitulasi hasil pemilu terbatas sehingga tidak perlu memaksakan diri masuk.
"Alhamdulillah, ada yang bantu kita, tapi ingat ruangan terbatas, jangan memaksa masuk ruangan, ada saksi parpol yang harus dihormati," ungkapnya.
Proses rekapitulasi suara sendiri dilakukan secara berjenjang dan terbuka. Dalam proses tersebut, ada saksi parpol, pengawas pemilu, dan jajaran petugas KPU.
"Prosesnya harus bisa dilihat, proses penghitungan itu harus bisa dilihat, bukan di ruangan tertutup, tidak bisa dilihat, kemudian sembunyi-sembunyi, dikunci pintunya, ya enggak bisa begitu juga," katanya menambahkan.
Sebelumnya, usulan pembentukan TPF Pemilu dilontarkan Direktur Kantor Hukum dan HAM Lokataru, Haris Azhar. Ia mengusulkan agar dibentuk suatu tim gabungan yang diisi komisi-komisi lembaga negara. Tugas komisi tersebut menelisik dugaan-dugaan kecurangan sepanjang tahapan Pemilu 2019.
Koordinator juru bicara Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi, Dahnil Anzar Simanjuntak, mengatakan, pihaknya membuka peluang membentuk tim pencari fakta adanya dugaan kecurangan Pemilu 2019.
"Salah satu yang disarankan membentuk TPF yang sudah disampaikan Haris Azhar kepada media. Teman-teman masyarakat sipil perlunya dibentuk tim pencari fakta kecurangan pemilu," kata Dahnil.
Ia mengatakan, Prabowo akan meminta pendapat banyak tokoh untuk mendengarkan masukan langkah-langkah selanjutnya yang akan diambil. Misalnya, dengan meminta masukan mantan panglima TNI Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo dan Dahlan Iskan.