REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- KPK mempertimbangkan untuk meminta second opinion dari dokter lain terkait dengan penyakit yang diderita oleh politikus PPP Romahurmuzi alias Romi. "Memang ada rencananya meminta second opinion. Akan tetapi, kalau sakit benaran bagaimana. Apa kami harus ke sana?" kata Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan di Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi KPK RI, Jakarta, Jumat (26/4).
KPK sudah membantarkan penahanan tersangka suap pengisian jabatan di lingkungan Kementerian Agama Romahurmuziy alias Rommy di Rumah Sakit Polri Jakarta Timur selama 20 hari sejak awal April. Mantan Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu disebut masih membutuhkan perawatan di RS Polri.
"Kita lihat dahulu, kalau kelamaan di sana (RS Polri), juga perlu ada pembanding, sudah kami pikirkan juga," tambah Basaria.
Dalam perkara ini, Romi juga sudah mengajukan praperadilan terhadap kasusnya. Namun, dalam sidang perdana pada hari Senin (22/4), KPK meminta penundaan sidang karena ada kebutuhan koordinasi dan persiapan bukti-bukti yang relevan.
KPK dalam perkara ini menetapkan Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) M Romahurmuziy, Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama (Kemenag) Provinsi Jawa Timur Haris Hasanuddin, dan Kepala Dinas Kemenag Kabupaten Gresik Muafaq Wirahadi sebagai tersangka. KPK juga sudah menggeledah ruang Menang Lukman Hakim yang merupakan kader PPP di Kemenag dan menyita sekitar Rp 180 juta dan 30 ribu dolar AS.
Lokasi lain yang digeledah adalah Kantor DPP PPP. Yaitu ruangan ketua umum, bendahara, dan administrasi.
Dalam kasus ini, Rommy diduga menerima uang Rp 250 juta dari Haris pada 6 Februari 2019. Uang itu diperuntukkan agar Haris dapat lolos dalam seleksi sebagai Kepala Kantor Wilayah Kemenag Jatim.
Pemberian selanjutnya sebesar Rp 50 juta berasal dari Muafaq untuk mendaftar sebagai Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Gresik yang belum diterima karena terjadi OTT pada hari Jumat (16/3).