Rabu 01 May 2019 23:59 WIB

Ribuan Buruh se-Jabar Gelar Aksi Damai Tuntut UMSK

Buruh Jabar menuntut gubernur menuntaskan UMSK 2019

Rep: Arie Lukihardianti/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Ratusan buruh yang tergabung dalam Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI) melakukan aksi pada peringatan Hari Buruh di Jalan Diponegoro, Kota Bandung, Rabu (1/5).
Foto: Abdan Syakura
Ratusan buruh yang tergabung dalam Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI) melakukan aksi pada peringatan Hari Buruh di Jalan Diponegoro, Kota Bandung, Rabu (1/5).

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUMG -- Dalam memperingati Hari Buruh Internasional (May Day), ribuan buruh se-Jawa Barat melakukan demonstrasi di depan Gedung Sate, Jalan Diponegoro, Kota Bandung, Rabu (1/5). Mereka, menggelar aksi dengan berorasi sambil diselingi berjoged.

Para buruh yang tergabung dalam berbagai organisasi pekerja ini, menuntut agar Gubernur Jabar Ridwan Kamil segera menuntaskan masalah Upah Minimum Sektoral Kabupaten-Kota (UMSK) 2019.

Menurut Koordinator serikat pekerja Jawa Barat, Muhamad Sidarta, Perda tersebut penting karena sebagai acuan proses penetapan upah layak bagi buruh di Jawa Barat. Apalagi, selama ini, penetapan upah tersebut cenderung tidak berpihak pada buruh, karena diatur oleh permenaker no 7 tahun 2013 yang kemudian diganti dengan permenaker no 15 tahun 2018.

"Peraturan menteri ini mengatur proses penetapan UMSK harus berdasarkan kajian dewan pengupahan dan harus dirundingkan antara asosiasi pengusaha sektor yang bersangkutan  dengan serikat pekerja," ujar Sidarta.

Sidarta menilai, sampai sekarang di Jawa Barat belum ada asosiasi pengusaha sektor dimaksud. Belum ada asosiasi pengusaha sekor yang terbentuk, sehingga menjadi polemik dan masalah berkepanjangan sampai sekarang.

"Kalau asosiasi pengusaha sektornya saja tidak ada, kemudian serikat pekerja diminta berunding dengan siapa? Hal inilah yang sesungguhnya tidak dipahami atau disengaja oleh pemerintah pusat yang membuat peraturan menteri tersebut dan pemerintah daerah jawa barat yang membuat peraturan gubernur nomor 54 tahun 2018," paparnya.

Sidarta menambahkan, peraturan menteri tentang upah minimum tersebut juga bertentangan dengan makna UUD 1945 dan UU Ketenagakerjaan No 13 Tahun 2003, seharusnya penetapan upah minimum harus menjadi tanggungjawab negara, bukan dirundingkan antara pekerja dan pemberi kerja.

"Harus dilakukan survei pasar oleh dewan pengupahan sesuai kebutuhan hidup layak bagi seorang pekerja lajang dengan masa kerja nol tahun," katanya.

Sidarta berharap, Gubernur dan Kadisnakertrans Jawa Barat segera menutaskan UMSK 2019 kabupaten karawang dan borgor yang belum selesai sampai sekarang. Selain itu, merevisi pergub 54 tahun 2018 agar proses penetapan UMSK bisa dirundingkan antara serikat pekerja dengan asosiasi pengusaha Indonesia sepanjang asosiasi pengusaha sektor belum terbentuk untuk “Jawa Barat Juara”  sebagai jalan tengah.

Sementa menurut Ketua DPD KSPSI Jawa Barat, Roy Jinto Ferianto, kegiatan May Day pada tahun ini, SPSI tidak hanya membawa issue upah saja, namun ada beberapa tuntutan yang lain.

"Kami minta ke Gubernur segera menerbitkan Perda tentang proses penetapan UMSK Jawa Barat, serta menerbitkan Perda tentang Pengawasan Ketenagakerjaan Jawa Barat," katanya.

Selain itu, Roy pun menuntut pencabutan beberapa peraturan tentang pengupahan, upah minimum, urun biaya BPJS Kesehatan, serta revisi UU 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

"Kita juga menuntut ada penurunan harga-harga seperri tarif listrik, bbm, gas, sembako dan lainnya," katanya. 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement