REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah ruang Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita di kantor Kementerian Perdagangan sejak Senin (29/4) pagi. Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, penggeledahan dilakukan sebagai proses dari rangkaian penyidikan kasus dugaan gratifikasi yang terkait jabatan dengan tersangka anggota DPR Bowo Sidik Pangarso.
Febri Diansyah menyatakan, tim penyidik menyita sejumlah dokumen terkait perdagangan gula di Kementerian Perdagang an. "Sejauh ini diamankan dokumen-dokumen terkait perdagangan gula," katanya, Senin (29/4).
KPK perlu melakukan penggeledahan pada hari ini untuk menindaklanjuti beberapa fakta yang muncul selama proses penyidikan. Bukti-bukti relevan seperti dokumen-dokumen terkait di sana perlu dicermati. "Ini bagian dari proses verifikasi atas beberapa informasi yang berkembang dalam penyidikan," kata Febri menjelaskan.
Sebelumnya, KPK menetapkan Bowo bersama Marketing Manager PT HTK, Asty Winasti, dan pejabat PT Inersia, Indung, sebagai tersangka kasus dugaan suap kerja sama pengangkutan pupuk milik PT Pupuk Indonesia Logistik dengan PT HTK. Bowo dan Indung diduga berperan sebagai penerima, sedangkan Asty pemberi suap.
Dalam kasus itu, KPK juga mengungkapkan keberadaan uang sekitar Rp 8 miliar di kantor salah satu perusahaan Bowo. Uang itu disebut untuk keperluan serangan fajar terkait pencalonannya sebagai calon legislatif di daerah pemilihan Jawa Tengah. Selepas pemeriksaan terhadap Bowo di KPK pada 9 April lalu, kuasa hukumnya menyatakan sebagian uang itu diperoleh kliennya dari salah seorang menteri di Kabinet Kerja.
Melalui berita acara pemeriksaan (BAP) yang diperoleh awak media di KPK, Bowo kemudian menceritakan, uang tersebut ia peroleh dari Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita. Pemeriksaan 9 April tersebut merupakan kali pertama Bowo diperiksa sebagai tersangka kasus suap kerja sama pengangkutan pupuk antara PT Pupuk Indonesia Logistik dan PT Humpus Transportasi Kimia.
Kepada penyidik, Bowo mengatakan, telah menerima uang senilai Rp 2 miliar dari Enggartiasto agar dia mengamankan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 16/M-DAG/PER/3/2017 tentang Perdagangan Gula Kristal Rafinasi Melalui Pasar Lelang Komoditas, yang akan berlaku akhir Juni 2017. Saat itu Bowo merupakan pimpinan Komisi VI DPR yang salah satunya bermitra dengan Kementerian Perdagangan dan Badan Usaha Milik Negara.
Enggartiasto diduga meminta Bowo mengamankan permendag itu karena adanya penolakan dari sebagian besar anggota dewan dalam rapat dengar pendapat yang berlangsung awal Juni 2017. Dewan beranggapan, gula rafinasi yang masuk pengawasan pemerintah tak seharusnya dilelang secara bebas dalam kendali perusahaan swasta.
Kepada penyidik, Bowo mengatakan, pada masa istirahat RDP, Enggar menghampirinya lalu mengatakan, nanti akan ada yang menghubunginya. Beberapa pekan kemudian, orang kepercayaan Enggar menghubungi Bowo untuk mengajak bertemu di Hotel Mulia, Jakarta Selatan, pada pertengahan Juni 2017. Saat itulah, Bowo menerima uang Rp 2 miliar dalam pecahan dolar Singapura.
Ketua KPK Agus Rahardjo mengiyakan, penyidik sedang menelusuri asal uang Rp 2 miliar yang diterima Bowo Sidik Pangarso. "Ada keterangan yang membutuhkan menemukan alat bukti yang lebih. Kandisampaikan salah satu uangnya dari sana. Kami dalami barangkali ada kaitannya. Barangkali yang disampaikan (Bowo) itu betul," kata Agus di gedung KPK Jakarta, Senin (29/4).
Meski demikian, Agus saat ini belum mau mengungkapnya secara gamblang. "Ya nanti kita ikuti saja karena akan bergerak terus ya,"ujar Agus.
Enggartiasto yang juga merupakan politikus Partai Nasdem dilantik sebagai menteri perdagangan pada 27 Juli 2016 terkait reshuffle Kabinet Kerja Pemerintahan Joko Widodo jilid kedua. Ia menggantikan Thomas Trikasih Lembong, yang saat ini diserahi jabatan kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal.
Selama menjabat, Enggartiasto tercatat mengeluarkan sejumlah kebijakan terkait impor gula rafinasi. Dua bulan setelah menjabat, Enggartiasto Lukita memutuskan, pemerintah akan memperbolehkan perusahaan gula rafinasi untuk menjual di pasar konsumsi demi menekan harga gula. Sebelumnya, gula rafinasi sedianya hanya boleh untuk industri.
Pada Juni 2017, Enggartiasto mengeluarkan regulasi lelang gula rafinasi melalui Surat Keputusan Kemendag No 684 Tahun 2017. Kendati demikian, kebijakan kewajiban lelang itu ditunda pelaksanaannya pada September 2017 kemudian dicabut pada April 2018.
Enggartiasto membantah dirinya menyerahkan uang sebesar Rp 2 miliar kepada Bowo. "Apa urusannya saya ngasih duit. Dari saya yakin betul enggakvada. Dia dari Golkar, saya dari Nasdem," kata Enggar setelah mengikuti rapat terbatas di kantor Presiden, Senin (29/4).
Enggar juga menyangkal dugaan Bowo bahwa uang diberikan demi mengamankan Peraturan Menteri Perdagangan tentang Perdagangan Gula Kristal Rafinasi Melalui Pasar Lelang Komoditas. "Yang memberikan izin saya kan, apa urusannya dia? Kenapa saya harus mengasih uang kepada orang lain. Saya yang memberi izin kecuali dia yang memberi izin," kata Mendag. (Dian Fath Risalah/Sapto Andika Candraed:fitriyan zamzami)