REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Militer Korea Selatan (Korsel) menyatakan, Korea Utara (Korut) telah menembakkan beberapa proyektil jarak pendek dari pantai timur, Sabtu (4/5). Para analis mengatakan, Korut sedang meningkatkan tekanan terhadap Amerika Serikat (AS) setelah kegagalan kesepakatan nuklir dalam pertemuan pada Februari lalu di Hanoi, Vietnam.
Militer Korsel telah meningkatkan pengawasan jika ada peluncuran senjata tambahan oleh Korut. Jika dikonfirmasi Korut menembakkan rudal balistik, maka penembakan tersebut menjadi peluncuran yang pertama sejak uji coba rudal balistik antarbenua atau intercontinental ballistic missile (ICBM) pada November 2017.
Korsel pada awalnya melaporkan, Sabtu, satu rudal telah ditembakkan. Tetapi kemudian Korsel mengeluarkan pernyataan yang mengatakan beberapa proyektil telah diluncurkan dan terbang hingga 200 kilometer (125 mil) sebelum tercebur ke laut ke arah pantai timur Wonsan sekitar pukul 09.00.
Militer Korsel sedang melakukan analisis bersama dengan AS tentang peluncuran proyektil Korut tersebut. Di Seoul, kantor kepresidenan Korsel menyatakan, menteri pertahanan, kepala intelijen dan penasihat keamanan presiden telah berkumpul untuk memantau situasi.
Para ahli mengatakan, proyektil itu tampaknya merupakan peluncur roket ganda, bukan rudal balistik. Sementara, para analis menilai Korut dapat meningkatkan provokasi tingkat rendah. Hal itu memberikan tekanan pada AS untuk menyetujui pengurangan sanksi internasional dan ketidaksepakatan dalam pembicaraan denuklirisasi di Hanoi.
"Ini adalah ekspresi frustrasi Korut atas pembicaraan yang macet dengan Amerika Serikat. Ini adalah pesan itu bisa kembali ke mode konfrontasi sebelumnya jika tidak ada terobosan dalam kebuntuan," kata Peneliti senior di Forum Pertahanan dan Keamanan Korea, Yang Uk.
Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo dan Menteri Luar Negeri Korsel Kang Kyung-wha sepakat untuk secara hati-hati menanggapi penembakan proyektil oleh Korut. Keduanya melanjutkan komunikasi melalui panggilan telepon. Pompeo juga mengadakan pembicaraan dengan Menteri Luar Negeri Jepang Taro Kono, dan sepakat bersama dengan Korsel untuk bekerja sama dan berbagi informasi.
"Pada titik ini, kami belum mengonfirmasi situasi di mana keamanan nasional Jepang akan segera terpengaruh," kata Kementerian Pertahanan Jepang dalam sebuah pernyataan.
Kementerian Pertahanan Jepang mengatakan proyektil itu bukan ancaman keamanan dan tidak mencapai manapun di dekat pantai negara itu. Jepang kemungkinan akan menghindari tanggapan yang keras karena Perdana Menteri Shinzo Abe berusaha untuk mengamankan pertemuan puncaknya sendiri dengan Kim.
Seorang profesor di Korea University, Nam Sung-wook mengatakan, Korut bisa saja menembakkan lebih banyak rudal dengan jarak yang lebih jauh dalam beberapa pekan mendatang. Hal ini untuk meningkatkan tekanan pada AS untuk membuat peta jalan bagi perundingan nuklir pada akhir tahun ini.
"Korut ingin mengatakan, 'Kami memiliki rudal dan senjata nuklir untuk mengatasi sanksi (yang dipimpin AS)'. Mereka dapat menembakkan rudal jarak pendek beberapa kali lebih banyak bulan ini, dan tidak ada jaminan mereka tidak akan menembakkan rudal jarak menengah bulan depan," ujar Nam.