REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Presiden Jusuf Kalla menegaskan tim hukum nasional yang akan dibentuk Pemerintah melalui Kementerian Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenko Polhukam) berlaku bagi semua orang yang melanggar hukum. Namun, ia menegaskan, tim hukum itu bukan untuk menghukum semua orang yang mengkritik.
Menurut JK, pelanggaran hukum di antaranya pihak yang membuat hoaks, mencerca, dan membuat ujaran kebencian. "Tidak semua orang yang mengkritik kena hukum, tidak. Kalau melanggar hukum harus mendapatkan ganjaran hukum," ujar JK saat diwawancarai wartawan di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Selasa (7/5).
Menurut JK, pembuatan tim hukum nasional memang untuk merespons tindakan, ucapan, dan pemikiran tokoh yang mengarah ke perbuatan melawan hukum. Hal ini juga sebagai langkah antisipasi pemerintah merespons penyalahgunaan media sosial.
"Saya kira Pak Wiranto mengatakan siapa yang melanggar hukum. ini kan karena teknologi baru. Cara orang mencerca dengan medsos. Itu tidak semuanya tercantum dalam aturan-aturan yang sudah ada," ujar JK
Namun, JK menilai tim hukum nasional tidak hanya diperuntukkan tokoh-tokoh yang melanggar saja. Sebab, tidak ada pengecualian proses hukum bagi para pelanggar hukum.
"Namanya hukum kan tidak mengatakan hanya berlaku untuk tokoh kan tidak. Siapa saja," katanya.
JK juga menegaskan tidak diperlukan aturan baru untuk mengakomodasi pembentukan tim hukum nasional. Sebab, aturan yang ada saat ini sudah memuat regulasi bagi pelanggaran hukum semua sektor.
"Kan ada semua aturan tentang media ada semua. Kebebasan pers juga dijaga. Tetapi ada batasannya juga kan," kata JK.
Sebelumnya, pemerintah berencana membentuk Tim Hukum Nasional untuk merespons tindakan, ucapan, maupun pemikiran tokoh yang mengarah ke perbuatan melawan hukum. Menurutnya, rongrongan terhadap negara maupun presiden yang masih sah tidak bisa dibiarkan.
"Kita membentuk Tim Hukum Nasional yang akan mengkaji ucapan, tindakan, pemikiran dari tokoh-tokoh tertentu, siapapun dia yang nyata-nyata melanggar dan melawan hukum," ujar Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Wiranto, di Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Senin (6/5).
Mantan Panglima ABRI itu menjelaskan, tim tersebut terdiri dari pakar hukum tata negara dan para profesor serta doktor dari berbagai universitas. Ia mengaku telah mengundang dan mengajak mereka bicara terkait pembentukan tim tersebut.
Tidak bisa dibiarkan rongrongan terhadap negara yang sedang sah, bahkan cercaan, makian, terhadap presiden yang masih sah sampai nanti bulan Oktober tahun ini masih menjadi Presiden. Itu sudah ada hukumnya, ada sanksinya," tutur dia.