Selasa 07 May 2019 16:26 WIB

Indonesia Berpeluang Pimpin Industri Fashion Muslim

Pada 2016 Indonesia masih di luar peringkat 10 dalam Global Economic Muslim Data

Rep: Imas Damayanti/ Red: Nidia Zuraya
Model saat memeragakan busana saat Muslim Fashion Festival 2019 di JCC, Senayan, Jakarta, Jumat (3/5).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Model saat memeragakan busana saat Muslim Fashion Festival 2019 di JCC, Senayan, Jakarta, Jumat (3/5).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Direktur Jenderal Industri Kecil Menengah dan Aneka (Ikma) Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Gati Wibawaningsih mengatakan, Indonesia berpeluang menyalip Turki sebagai pemimpin industri fashion Muslim global saat ini. Sebagai negara dengan mayoritas Muslim terbesar di dunia, Indonesia dinilai bukan hanya besar secara kuantitas melainkan juga kualitas sumber daya manusia (SDM) di berbagai sektor, salah satunya di sektor industri kreatif.

Menurut dia, peluang Indonesia menjadi pemimpin tren Muslim global sangat dimungkinkan. “Desainer kita sudah sangat berkualitas, diakui secara internasional. Dan ini, negara-negara tetangga kita pun mengekor style orang-orang Indonesia,” kata Gati saat dihubungi Republika, Selasa (7/5).

Baca Juga

Menurut dia, pada 2016 silam Indonesia masih di luar peringkat 10 besar dalam Global Economic Muslim Data. Namun pada 2017, kata dia Indonesia mampu menempati peringkat kedua setelah Turki sebagai pemimpin market Muslim global. Untuk itu, pihaknya optimistis Indonesia mampu terus berakselerasi mengejar Turki.

Dia menjabarkan, saat ini faktor pendukung Turki untuk dapat mengembangkan pasar fashion Muslim adalah ketersediaan bahan baku yang melimpah. Menurutnya, sebagai negara penghasil kapas, Turki sangat diuntungkan karena tidak perlu mendatangkan bahan baku impor yang sekaligus dapat menghemat devisa negara mereka.

Untuk itu, kata dia, saat ini Indonesia sedang mengembangkan tiga bahan baku alternatif yang dapat digunakan sebagai busana Muslim yang dapat diterima pasar global. Ketiga bahan baku tersebut adalah viscose rayon, bemberg, dan tencel.

“Tapi, kita juga diuntungkan karena tenaga kerja Turki lebih mahal dibanding tenaga kerja kita. Sehingga, kita optimistis pimpin pasar,” kata dia.

Ketua Umum Indonesia Fashion Chamber (IFC) Ali Charisma menilai, potensi Indonesia untuk memimpin pasar industri fashion Muslim sangat besar asalkan pemerintah mampu mengembangkan bahan baku alternatif tadi. Menurut dia, sejauh ini dari ketiga bahan baku alternatif yang ada, secara industrial baru viscose yang pengembangannya sudah semakin mapan.

Terlebih, kata dia, bahan dasar viscose juga ramah dan nyaman untuk digunakan sebagai desain busana Muslim. “Nah, kalau pengembangan bahan bakunya juga dilakukan, pemerintah juga perlu memikirkan pendampingan desain tekstil yang disesuaikan dengan kebuutuhan global,” kata dia.

Hal itu menurutnya penting agar produk yang dihasilkan Indonesia dapat diterima pasar. Sebab saat ini, kata dia, bahan baku viscose di tingkat global juga sudah sangat bervariatif.

Di sisi lain, selain ketersediaan dan pengembangan bahan baku, pemerintah juga perlu memikirkan pemberian insentif kepada industri-industri yang mengembangkan bahan baku tersebut.

Alasannya, untuk meyakinkan pasar domestik menggunakan produk yang menggunakan bahan baku baru tidaklah mudah. Maka, kata dia, penyesuaian industri juga harus dipikirkan secara matang oleh pemerintah agar Indonesia dapat memimpin pasar industri fashion Muslim global.

“Memang PR kita masih panjang sekali, tapi perlu diakui juga peluang kita pimpin pasar ini besar juga,” kata Ali.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement