REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepolisian membubarkan massa pengunjuk rasa di Kantor Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI, Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, Kamis (9/5). Pengunjuk rasa dibubarkan karena tidak memiliki izin.
"Jika aksi ini tidak memiliki surat tanda terima pemberitahuan unjuk rasa, maka pengunjuk rasa harus membubarkan diri," kata satu petugas melalui pengeras suara dari kendaraan taktis polisi.
Dalam aksinya, mereka menuntut Bawaslu menindak kecurangan pada penghitungan suara Pemilu 2019. Massa mulai berdatangan sejak pukul 13.00 Waktu Indonesia Barat (WIB), namun jumlahnya hanya sekitar belasan hingga pukul 14.30 WIB. Jumlah pengunjuk rasa secara signifikan jumlahnya bertambah menjelang pukul 15.00 WIB.
Aksi dorong mendorong mulai terjadi saat massa pengunjuk rasa mencoba merangsek dari arah utara di persimpangan antara Jalan MH Thamrin dengan Jalan Wahid Hasyim menuju ke arah depan gerbang Kantor Bawaslu.
Situasi sempat lebih memanas ketika mantan Kepala Staf Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Kas Kostrad) Mayjen TNI (Purn) Kivlan Zein tiba di Kantor Bawaslu.
Akan tetapi kondisi menjadi lebih kondusif karena Kivlan mengajak massa untuk tidak memaksakan masuk ke dalam Kantor Bawaslu. Karena tidak diizinkan masuk, sekitar sepuluh menit setelah berada di lokasi, Kivlan akhirnya melenggang pergi dari lokasi unjuk rasa diikuti sebagian massa.
Namun, hingga pukul 15.30 WIB aksi Kivlan meninggalkan lokasi unjuk rasa tidak diikuti sebagian massa lainnya yang hampir setengahnya adalah kaum ibu-ibu itu. Puluhan pengunjuk rasa masih bertahan untuk menyuarakan aspirasinya.
Unjuk rasa yang memenuhi setengah bagian Jalan MH Thamrin di depan Kantor Bawaslu berakibat kemacetan panjang lalu lintas kendaraan bermotor dari arah Bundaran Hotel Indonesia (HI) ke Kantor Bawaslu.
Sebelumnya, massa Gabungan Elemen Rakyat untuk Keadilan dan Kebenaran (GERAK) berencana berunjuk rasa di Kantor KPU dan Bawaslu, Jakarta, pada Kamis siang.