REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Komandan Jenderal Komando Pasukan Khusus (Danjen Kopassus), Mayjen (Purn) berinisial S dikabarkan ditangkap dan ditahan di Rutan POM Guntur, Jakarta. Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI Mayjen TNI Sisriadi kepada wartawan, di Jakarta, Selasa (21/5), membenarkan penangkapan dan penahanan mantan Danjen Kopassus itu.
Mayjen Sisriadi mengatakan, pada Senin (20/5) malam, penyidik dari Mabes Polri dan POM TNI telah melakukan penyidikan terhadap oknum yang diduga sebagai pelaku. Penyidikan dilakukan di Markas Puspom TNI, Cilangkap.
"Hal ini dilakukan karena salah satu oknum yang diduga pelaku berstatus sipil (Mayjen Purn S), sedangkan satu oknum lainnya berstatus militer (Praka BP)," kata Sisriadi.
Saat ini, kata Sisriadi, Mayjen (Purn) S menjadi tahanan Mabes Polri dan dititipkan di Rumah Tahanan Militer Guntur. Sedangkan, Praka BP menjadi tahanan TNI di Rumah Tahanan Militer Guntur.
Sisriadi tidak mengetahui secara pasti apakah penangkapan itu terkait informasi tentang kasus penyelundupan senjata untuk mengacaukan aksi 22 Mei 2019 atau terkait laporan dugaan makar. "Nanti pak Menko Polhukam akan menggelar konferensi pers terkait hal tersebut," katanya.
Kasus S berawal dari laporan resmi seorang pengacara bernama Humisar Sahala. Pengacara itu melaporkan salah satu purnawirawan pendukung capres Prabowo Subianto tersebut ke Direktorat Siber Bareskrim Polri pada Senin (20/5) sore. Humisar menuding S melakukan tindak pidana makar. “Saya datang ke sini (Bareskrim) secara pribadi,” kata Humisar di Mabes Polri, Senin (20/5).
Humisar menerangkan, pelaporan olehnya tersebut, setelah melihat video yang tersebar ke sejumlah media sosial dan grup-grup Whatsapp. Dalam video tersebut, seseorang yang diduga S sedang melakukan pembicaraan tentang rencana mobilisasi massa untuk menolak hasil Pemilu 2019 pada 22 Mei. Dalam video tersebut, seorang yang diduga S, mengatakan akan menutup dan menduduki kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU), Istana Negara, dan Gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
"Di situ kita cuma duduk, kita duduk, ya tutup, diharapkan kalau tanggal 20 baru datang 100 ribu, tanggal 21-nya sudah jadi 500 ribu, satu juta, maka kita kalau habis ini pulang ke daerah bisa mungkin merancang itu, kita rancang itu," kata pria yang diduga S dalam video tersebut.
Seorang mirip S itu menambahkan, "Nanti kalau tanggal 22 diumumkan, kalau Jokowi menang, yang kita lalukan tutup KPU, tutup, kemudian mungkin ada tutup Istana dengan DPR, Senayan, kita enggak ada ke Monas, tapi dalam jumlah besar, kalau jumlah besar polisi juga bingung.”