Rabu 29 May 2019 06:40 WIB

Serap Aspirasi, Kemendikbud Ingin Peserta UN Isi Angket

Angket berisi pertanyaan seputar kondisi siswa di lingkungan belajar.

Rep: Inas Widyanuratikah/ Red: Friska Yolanda
Ilustrasi UNBK SMP
Foto: Republika/Mahmud Muhyidin
Ilustrasi UNBK SMP

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mulai Ujian Nasional 2019, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) memberlakukan angket kondisi siswa bagi para peserta ujian. Menurut Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan, Totok Suprayitno angket yang diberlakukan cukup bisa menggambarkan kondisi siswa di lapangan. 

"Jadi tidak menjadikan siswa sebagai objek saja, setiap tahun dites melulu, tidak pernah suaranya didengar. Nanti tahun depan angketnya mudah-mudahan bisa lebih baik, lebih lengkap hingga suara siswa lebih terdengar untuk kita," kata Totok, dalam konferensi pers hasil UN SMP/MTs di Kemendikbud, Selasa (28/5).

Totok menjelaskan, angket yang diberikan berisi pertanyaan-pertanyaan seputar kondisi siswa. Kemendikbud ingin melihat bagaimana lingkungan belajar siswa, apakah mendukung atau tidak. Kemudian, kondisi tersebut dihubungkan dengan nilai UN yang diperoleh siswa. 

Pada UN SMP/MTs 2019, diketahui sebanyak 24,3 persen siswa memiliki daya juang yang tinggi. Artinya, siswa-siswa tersebut memiliki lingkungan yang dinilai kurang mendukung untuk belajar, baik itu keadaan ekonomi atau lingkungan sekitarnya. Namun, di samping memiliki kondisi yang tidak mendukung mereka tetap bisa memperoleh nilai UN yang tinggi. 

Pada angket UN SMP/MTs, pertanyaan yang diberikan Kemendikbud antara lain soal toleransi. Siswa ditanya apakah ia bersedia duduk bersama teman, meninjamkan alat tulis, dan membantu teman.

Menurut hasil angket, Totok mengatakan anak yang lebih sosial dan bersedia menolong teman memiliki nilai yang lebih tinggi daripada anak yang ekslusif. 

"Jadi misalnya kalau anak-anak yang bersifat inklusif, mau bergaul ternyata prestasinya lebih baik. Ini jadi pemikiran. Sekolah yang baik adalah sekolah inklusif yang beragam karena memberikan kesempatan pada anak-anak karena untuk terekspos ke berbagai teman," kata Totok. 

Tahun depan, angket ini akan diberlakukan kembali. Pemerintah pusat akan menganalisis hasil angket dan memberikan rekomendasi ke daerah mengenai kebijakan-kebijakan yang bisa dilakukan. 

"Memang nanti yang mengeksekusi di daerah. Sudah saatnya saya kira kebijakan itu berdasarkan pada bukti-bukti lapangan bukti-bukti survei jadi tidak selera pejabat tapi berdasarkan bukti-bukti lapangan," kata dia lagi. 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement