REPUBLIKA.CO.ID, CIAMIS -- Ketika jalan tol telah tersambung sepanjang Pulau Jawa, mudik berkendara melalui jalur selatan bukan lagi menjadi pilihan utama. Meski begitu, bukan berarti tak ada sama sekali kendaraan pemudik yang melintas di jalur itu. Beberapa kendaraan berplat B dan D terlihat masih ramai melintas.
Jalur selatan Jawa memang memiliki sensasi tersendiri untuk dilalui. Sebab, jalur yang melintasi Kabupaten Bandung, Garut, Tasikmalaya, Ciamis, Banjar, dan menembus Jawa Tengah, itu menawarkan perjalanan yang "menegangkan". Lika-liku jalan bercampur naik-turun perbukitan menawarkan tantangan tersendiri.
Belum lagi banyaknya jalur alternatif yang ada di jalur selatan Jawa yang tak kalah menawarkan tantangan tersendiri. Salah satu jalur alternatif "ekstrem" yang sebaiknya tak dicoba adalah Jembatan Cirahong yang menghubungkan Tasikmalaya dan Ciamis. Jembatan itu menjadi menjadi salah satu alternatif yang biasa dilalui pengemudi dari arah Tasikmalaya, jika di Ciamis terjadi kemacetan panjang.
Republika.co.id mencoba mengunjungi jembatan yang berdiri di atas aliran Sungai Citanduy itu. Saat itu, tampak kendaraan mengantre untuk melintasi Jembatan Cirahong. Memang jembatan hanya memiliki satu lajur kendaraan. Artinya, kendaraan yang datang dari arah Tasikmalaya dan Ciamis harus bergantian melintasinya.
Setidaknya diperlukan waktu lima menit antre sebelum bisa melintasi jembatan itu. Kendaraan roda empat harus menepi dahulu di sebelah kanan jalan, sementara kendaraan roda dua menanti di pinggir-pinggir jalan, memberikan ruang untuk kendaraan dari arah Ciamis yang keluar terlebih dahulu.
Sebelum antrean kendaraan itu melintas, petugas penjaga kendaraan berkeliling meminta uang seikhlasnya kepada pengendara. Uang yang diberikan berkisar Rp 1000 hingga Rp 2000 itu merupakan tarif untuk melintas di jembatan yang di atasnya itu merupakan rel kereta. Meski begitu, ada saja pengendara yang tak meberikan uang dan petugas itu tak memaksanya.
Petugas-petugas itu umumnya merupakan warga sekitar. Uang yang diminta pun bukan untuk keuntungan mereka semata, melainkan juga untuk merawat balok-balok kayu yang digunakan sebagai alas bagi kendaraan yang melintas di atas jembatan itu.
Akhirnya, tiba juga giliran Republika.co.id melintasi Jembatan Cirahong. Ketika itu juga, secara kebetulan kereta melintas tepat di atas motor dan mobil yang melaju ke arah Ciamis. Perasaan yang timbul pertama ketika ban kendaraan roda dua yang dinaiki Republika menginjak balok kayu itu hanyalah kengerian. Suara kereta yang melintas di atasnya semakin memacu detak jantung. Namun perjalanan harus tetap dilanjutkan agar tak membuat antrean semakin panjang.
Ketika melintasi jembatan itu, arah pandangan mata tak bisa menahan godaan untuk terjun ke arah sungai puluhan meter di bawah. Di sisi lain, gesekan antarbalok kayu yang berbunyi ketika kendaraan melintas menandakan mata harus tetap fokus ke depan, meski celah antarbalok di jembatan itu selalu menggoda sekaligus mengerikan untuk dilihat.
Setidaknya, dibutuhkan waktu 2 menit untuk menyebrangi Sungai Citanduy lewat atas Jembatan Cirahong. Sesampainya di ujung jembatan, adalah rasa syukur yang terucap pertama, sebelum akhirnya menghela napas panjang dan melanjutkan perjalanan.
Jembatan Tua Serbaguna
Jembatan Cirahong merupakan salah satu buatan pemerintah kolonial Hindia Belanda, tepatnya dibangun pada 1893 yang merupakan bagian dari pembangunan rel kereta api jalur selatan Jawa. Jembatan yang memiliki panjang sekitar 202 meter itu awalnya memang dedesai untuk perlintasan kereta api. Namun, entah sejak kapan jembatan itu juga diperuntukkan bagi kendaraan bermotor melintas di bawahnya.
Adeng (33 tahun), salah satu pengendara yang melintasi jembatan itu mengatakan, sejak dirinya masih belia, bagian bawah Jembatan Cirahong sudah menjadi perlintasan kendaraan bermotor. Materialnya pun tak berubah, hanya beralaskan susunan kayu balok yang terpasang di kerangka besi baja jembatan tersebut.
"Memang dari dulu seperti itu saja, gak ada yang berubah," katanya.
Meski memiliki struktur yang amat seadanya untuk dilalui kendaraan, lalu lintas di Jembatan Cirahong hampir tak pernah sepi. Setiap saat selalu ada kendaraan yang melintas. Pasalnya, jalan alternatif itu menghubungkan Kabupaten Tasikmalaya dan Kabupaten Ciamis.
Bahkan, ia melanjutkan, saat hari Lebaran jembatan itu selalu penuh dilalui pengendara yang ingin berkunjung ke rumah sanak-saudara atau kerabatnya. "Jadi ya penting juga untuk aktivitas masyarakat sehari-hari. Meski dari segi keamanan juga tak bisa dijamin," ujarnya.
Republika.co.id juga melihat beberapa kendaraan pemudik dari arah Tasikmalaya yang melintasi jembatan itu. Kendaraan itu bisa dicirikan dengan plat nomor polisi yang berawalan B (Jabodetabek) atau D (Bandung). Bahkan, beberapa kali Republika juga melihat plat nomor polisi berawalan BE (Lampung).
"Memang kalau musim mudik banyak juga yang lewat sini. Apalagi kalau jalur utama di Ciamis macet," ujarnya.
Rina (41) terlihat bersama dua anaknya sedang berfoto-foto di sisi Jembatan Cirahong. Perempuan itu berasal dari Tangerang dan tiba di kampung halamannya, Kabupaten Ciamis, sehari sebelumnya. Sore itu, ia sengaja datang ke jembatan legendaris itu karena penasaran. "Penasaran lihat jembatan ini. Kemarin lihat di televisi," ucapnya.
Meski berasal dari Ciamis, ia mengaku belum pernah melintasi Jembatan Cirahong. Karena itu, ia datang ingin menyaksikan langsung bagaimana kendaraan bermotor melintasi jembatan tersebut. Menegangkan, kata dia. Namun, ia sendiri tak mau melintasinya, apalagi setelah melihat langsung.
"Melihatnya saja sudah takut, apalagi lewat situ," kata dia.