Rabu 12 Jun 2019 13:46 WIB

Mengapa Pengakuan Tersangka Soal Kivlan Diungkap ke Publik?

Pengacara Kivlan Zen menilai Wiranto tidak menghargai asas praduga tidak bersalah.

Red: Andri Saubani
Kadiv Humas Polri Irjen Pol M. Iqbal (kedua kanan) didampingi Kapuspen TNI Mayjen TNI Sisriadi (kedua kiri), Wadir Reskrimum Polda Metro Jaya AKBP Ade Ary (kiri) dan Kasubdit 1 Dittipidum Bareskrim Polri Kombes Pol Daddy Hartadi (kanan) memberikan keterangan pada wartawan terkait perkembangan kericuhan 21-22 Mei 2019 di Media Center Kemenko Polhukam, Jakarta, Selasa (11/6/2019).
Foto: Antara/M Risyal Hidayat
Kadiv Humas Polri Irjen Pol M. Iqbal (kedua kanan) didampingi Kapuspen TNI Mayjen TNI Sisriadi (kedua kiri), Wadir Reskrimum Polda Metro Jaya AKBP Ade Ary (kiri) dan Kasubdit 1 Dittipidum Bareskrim Polri Kombes Pol Daddy Hartadi (kanan) memberikan keterangan pada wartawan terkait perkembangan kericuhan 21-22 Mei 2019 di Media Center Kemenko Polhukam, Jakarta, Selasa (11/6/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Dessy Suciati Saputri, Ali Mansur

Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto menjelaskan, mengapa hasil penyidikan terkait rangkaian kerusuhan 22 Mei oleh kepolisian diungkap ke publik. Konferensi pers yang digelar di Kemenko Polhukam pada Selasa (11/6), menjelaskan masalah kerusuhan pada 22 Mei, penemuan senjata ilegal, dan juga rencana pembunuhan terhadap lima tokoh nasional.

Baca Juga

"Kita buka ke masyarakat agar masyarakat paham dan juga bisa mereduksi berbagai spekulasi hoaks-hoaks yang melakukan katakanlah investigasi liar yang kemudian banyak sekali skenario-skenario yang muncul di publik," ujar Wiranto di Kompleks Istana Presiden, Jakarta, Rabu (12/6).

Dalam keterangan pers tersebut, polisi juga menampilkan video pernyataan dari sejumlah tersangka yang diduga memiliki keterkaitan dengan Kivlan Zein dan juga rencana pembunuhan terhadap empat tokoh. Menurut Wiranto, ditampilkannya keterangan empat orang tersangka tersebut untuk membuktikan penyelidikan kepolisian kepada masyarakat.

"Ini pengakuan dari berita acara pemeriksaan, testimoni yang disumpah. Bukan karangan kita, paling tidak kan sudah bisa menetralisir bahwa 'Ah ini Wiranto lebay', karangan pemerintah, karangan aparat keamanan untuk mencari popularitas, masya allah saya katakan," jelas Wiranto.

Proses penyelidikan terhadap sejumlah tersangka itu diakuinya memang belum selesai hingga kini. Ia mengatakan, masih diperlukan pendalaman dan juga pengembangan dari pihak kepolisian. Karena itu, Wiranto meminta masyarakat untuk bersabar menunggu hasil penyelidikan. 

"Tapi nggak bisa kemudian secepat mungkin, nggak bisa. Itu proses hukum kan perlu pembuktian, perlu kesaksian dan sebagainya. Biarkan polisi tenang untuk melaksanakan pengusutan itu," ujarnya.

Kendati demikian, ia menegaskan, kesaksian mereka telah mengarah pada satu figur tertentu. Wiranto pun akan menyerahkan hasil penyelidikan kasus ini pada proses hukum yang berlaku.

"Tapi paling tidak dengan empat kesaksian, yang kemudian mengerucut pada figur yang satu, itu sangat boleh jadi. Itu kan semuanya benar adanya," ungkapnya.

Dalam keterangan pers sebelumnya, polisi memutar video pernyataan dari tersangka HK alias Iwan terkait kejadian 21 dan 22 Mei. Ia mengaku diperintahkan oleh Kivlan Zein untuk membeli senpi pada Maret lalu di sekitar Kelapa Gading, Jakarta Utara. Menurut pengakuannya, ia ditangkap oleh polisi pada 21 Mei.

Pada Maret lalu, Iwan mengaku bertemu Kivlan Zein di Kelapa Gading dan mendapatkan uang sebesar Rp 150 juta untuk membeli dua pucuk senjata laras pendek dan dua pucuk senjata laras panjang. Senjata-senjata tersebut akan digunakan untuk mengeksekui empat orang tokoh nasional.

Keempat tokoh nasional tersebut yakni Menko Polhukam Wiranto, Menko Maritim Luhut Binsar Pandjaitan, Kepala BIN Budi Gunawan, dan Staf Khusus Presiden bidang Intelijen dan Keamanan Gories Mere. Selain itu, direktur eksekutif Charta Politika Yunarto Wijaya juga menjadi target.

Bantahan pengacara Kivlan

Pengacara Kivlan Zen, Muhammad Yuntri membantah tuduhan kliennya menjadi dalang perencanan pembunuhan terhadap empat tokoh. Justru menurutnya, Kivlan Zen-lah yang menjadi target pembunuhan.

Menurut Yuntri, kasus hukum yang kini menjerat Kivlan Zen terdapat unsur politiknya. Ini bermula saat ketika Kivlan menantang Menteri Koordinator Bidang Hukum, Politik, dan Keamanan (Menkopolhukam) Wiranto untuk berdebat secara terbuka di telivisi terkait peristiwa kelam 1998. Namun, Wiranto tidak mau dan mengutus Mayjen TNI (Purn) Saurip Kadi. Kata Yuntri, kliennya mengatakan, bahwa Prabowo Subianto tidak bertanggung jawab atas peristiwa 1998.

"Kemudian Pak Kivlan berseloroh, Kau (Saurip Kadi) ini bukan level Aku. Aku maunya Pak Wiranto, Aku tahu persis kondisi 1998. Kelihatannya ada unsur ketersinggungan atau gimana saya tidak mengerti beliau dijerat dengan tiga tindak pidana (makar, kepemilikan senjata api, dan rencana pembunuhan)," terang Yuntri saat dihubungi melalui sambungan telepon, Selasa (11/6).

Lanjut Yuntri, apa yang disampaikan Wiranto saat jumpa pers bersama Kapolri di kantor Menko Polhukam terkait otak rencana pembunuhan sama sekali tidak benar. Karena, apa yang disampaikan Wiranto bertolak belakang dengan keterangan Kivlan Zen sendiri sangat tidak menghargai asas praduga tidak bersalah.

"Dengan kasusnya Eggi Sudjana dikembangkan masalah makar kemudian Pak Kivlan dijebak di sana. Kemudian ada unsur senjata api dan rencana pembunuhan empat orang itu lewat Iwan (Heri Kurniawan)," tambahnya.

Yuntri menceritakan, sekitar bulan Maret lalu, Iwan datang ke Kivlan membawa informasi bahwa Kivlan menjadi target pembunuhan oleh empat pejabat negara yang saat ini kabarkan menjadi sasaran pembunuhan. Kemudian Iwan diperintahkan untuk menjadi sopir Kivlan. Sebab, kediaman Kivlan cukup jauh di Gunung Picung, Bogor, Jawa Barat.

"Kata Iwan, kan masih ada hutan-hutannya banyak babi, Iwan bilang ini ada senjata, Pak. Pak Kivlan bilang itu bukan untuk bunuh babi tapi bunuh tikus,” tuturnya.

Selanjutnya, pada peringatan Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar), Iwan diberikan uang sekitar 10 ribu dolar Singapura untuk melakukan demontrasi. Mengingat Kivlan Zen sangat anti dengan komunis dan juga Partai Komunis Indonesia (PKI). Kemuidan Kivlan Zein meminta pertanggungjawaban karena demontrasi itu tidak kunjung dilakukan, tapi Iwan menghilang.  

"Tiba-tiba pada peristiwa 21-22 Mei kemarin Iwan tertangkap, entah kenapa muncul dengan cerita seolah-olah dia mempunyai senjata api dan dibalikin ceritanya bahwa dia disuruh Pak Kivlan untuk membunuh empat orang itu," kata Yuntri.

In Picture: Koalisi Masyarakat Sipil Ungkap Temuan Pelanggaran HAM

photo
Ketua Umum YLBHI Asfinawati memberikan keterangan terkait temuan awal pemantauan bersama peristiwa Mei 2019 di Jakarta, Ahad (26/5).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement