REPUBLIKA.CO.ID, oleh Bambang Noroyono
Pengungkapan dalang utama kerusuhan 21-23 Mei di Jakarta masih gelap. Kepolisian, juga belum mampu mengungkap pelaku pembunuhan terhadap sembilan korban warga sipil yang diklaim aparat keamanan sebagai bagian dari kelompok perusuh.
Tim Pencari Fakta (TPF) bentukan Kapolri Jenderal Tio Karnavian, pun tak kunjung mempublikasikan hasil uji balistik dari peluru yang menewaskan para korban saat kerusuhan terjadi. Kabag Penum Humas Polri Komisaris Besar (Kombes) Asep Adi Saputra mengatakan, TPF Polri masih terus bekerja.
Bahkan kini, kata dia, ada dua lembaga pengawas kepolisian yang mendukung penuh upaya Polri mengungkap dalang kerusuhan dan menginvestigasi kematian korban kerusuhan, yaitu Kompolnas dan Ombudsman. Menurut Asep, selain dua lembaga itu, ada peran Komnas HAM yang ikut melakukan investigasi.
Namun, kata dia, ada sejumlah kendala di lapangan tentang pengungkapan banyak hal dalam kerusuhan di beberapa titik di Jakarta, pada 21 sampai 23 Mei lalu. Dari aspek penemuan dalang kerusuhan, Polri saat ini baru mampu memetakan sebanyak 447 tersangka yang kini dalam tahanan Polda Metro Jaya. Para tahanan tersebut, diduga kuat bagian dari kelompok yang menjadi dalang kerusuhan.
“Saat ini, tim penyidikan masih melakukan pemetaan pada pembagian peran untuk mengetahui siapa sebenarnya yang mendalangi kerusuhan,” ujar dia di Gedung Humas Mabes Polri, Jakarta Selatan (Jaksel), Rabu (12/6).
Menurut Asep, pemetaan para tahanan yang menjadi terduga pelaku tersebut, nantinya akan diketahui penanggung jawab, penyandang dana, dan motivasi kerusuhan. Adapun, terkait pengungkapan pelaku pembunuhan terhadap sembilan warga biasa, Asep mengatakan, kasus tersebut saat ini belum mampu terungkap lantaran kendala teknis yang rumit.
Tempat kejadian perkara (TKP), menurut Asep, menjadi masalah utama pengungkapan. Menurut dia, dalam proses penyidikan, TKP menjadi modal penting dalam proses penyidikan dan investigasi kematian.
“Tidak secara keseluruhan kita mengetahui di mana TKP (meninggal dunia) terjadi,” kata Asep.
Para korban meninggal dunia saat kerusuhan tak semua ditemukan berada di lokasi kejadian. Melainkan, beberapa di antaranya, ditemukan di rumah sakit. Namun ia menebalkan mereka yang meninggal dunia, patut diduga sebagai pelaku kerusuhan 21-23 Mei.
“Jadi kita harus menelusuri kembali di mana (TKP) korban atau yang diduga pelaku aksi rusuh, saat meninggal dunia,” sambung dia.
Kendala TKP, pun bukan menjadi masalah tunggal pengungkapan tewasnya sembilan warga biasa tersebut. Menurut Asep, TPF juga membutuhkan bukti-bukti, dan saksi-saksi terkait dengan kasus tersebut.
“Jadi sekali lagi, kuncinya adalah kita menemukan dulu TKP ada di mana. Selanjutnya, dikembangkan yang melihat, yang mengetahui, dan yang mendengar,” ujar dia.
Sembilan yang meninggal dunia saat kerusuhan 21-23 Mei tiga di antaranya masih anak-anak. Mereka adalah Harun al-Rasyid (15 tahun), Raihan Fajari (16) dan Widyanto Rizki Ramadhan (17). Yang lainnya, yakni Abdul Aziz (27), Adam Nuriyan (19), Bahtiar Alamsyah (22), Farhan Syafero (31), Sandro (31). Empat yang meninggal tersebut, di antaranya sudah teridentifikasi dihantam peluru. Salah satu yang dibeberkan RS Polri Kramat Jati, yakni almarhum Harun.
Putra dari keluarga Didin Wahyudin tersebut, mengalami luka tembak peluru tajam di lengan kiri yang tembus ke bagian dada. Almarhum Farhan, juga diidentifikasi RS Budi Kemulyaan dan RSCM Jakarta dengan luka tembak tembus di bagian dada.
Almarhum Raihan, dengan luka tembak di bagian pelipis mata sebelah kiri. Selain menimbulkan korban jiwa, kerusuhan 21-23 Mei juga mencatatkan korban hilang sebanyak 87 orang dan sampai hari ini belum ditemukan keberadaannya.
Polri pernah mengklaim, pelaku penembakan dengan peluru tajam dipastikan bukan dari personel kepolisian. Mabes Polri pernah menegaskan, tak ada personelnya yang membawa senjata dengan amunisi tajam saat kerusuhan 21-23 Mei. Pengamanan oleh kepolisian hanya menggunakan peluru karet dan pentungan. Namun saat kerusuhan terjadi di kawasan Slipi, Jakarta Barat (Jakbar) pada Rabu (22/5), masyarakat di lokasi kisruh, menemukan ratusan peluru tajam dari mobil satuan Brimob yang dijarah.
Juru Bicara Mabes Polri Brigjen Dedi Prasetyo pernah mengakui tentang adanya peluru tajam yang ditemukan di Slipi itu. Tetapi, kata dia, peluru tajam itu milik satuan anti-anarkistis Polri.
“Dan tim anti-anarkis ini, saat kerusuhan tidak diturunkan sama sekali. Mereka turun hanya atas perintah Kapolri. Jadi saya ulangi, tidak ada anggota kami yang memakai senjata dengan peluru tajam untuk pengamanan demonstrasi 21 dan 22 Mei,” kata Dedi.
Alibi Polri tentang peluru tajam ini pernah dikuatkan oleh Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko. Mantan Panglima TNI itu, pernah mengatakan, peluru mematikan yang ditemukan dari pada tubuh korban kerusuhan, punya alur pelor memutar searah jarum jam.
Sedangkan peluru tajam dari senjata milik kepolisian, kata Moeldoko, punya rotasi pelor berlawanan atau ke arah kiri. Moeldoko bahkan membeberkan temuan sementara peluru tajam yang berputar ke kanan, berasal dari senjata buatan Amerika Serikat (AS).
Asep melanjutkan, TPF Polri pengungkap kerusuhan 21-23 Mei memang akan melakukan uji balistik dari peluru yang ditemukan pada tubuh korban. Tetapi, kata dia, sampai hari ini proses uji balistik tersebut, pun belum menghasilkan apa-apa.
Menurut Asep, karena uji balistik, pun mengharuskan penyelidikan khusus di TKP saat korban ditemukan meninggal dunia. “Karena ini meninggal dunia yang diduga akibat dari peluru tajam, maka kita harus mengetahui bagaimana arah tembak, jarak tembak dan sebagainya. Jadi olah TKP itu, menjadi sangat penting,” ujar Asep.
TNI Ciduk Provokator di Aksi Damai