Kamis 13 Jun 2019 16:41 WIB

KPU: Salah Alamat Kalau MK Diminta Pecat Kami

Permohonan itu lebih pas jika diajukan kepada Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu

Rep: Dian Erika Nugraheny/ Red: Andi Nur Aminah
Komisioner KPU, Pramono Ubaid Tanthowi, memberikan keterangan tentang hasil pleno KPU soal larangan caleg dari mantan narapidana kasus korupsi, Rabu (23/5). KPU memutuskan tetap akan memberlakukan aturan yang  melarang mantan koruptor mendaftar sebagai caleg.
Foto: Republika/Dian Erika Nugraheny
Komisioner KPU, Pramono Ubaid Tanthowi, memberikan keterangan tentang hasil pleno KPU soal larangan caleg dari mantan narapidana kasus korupsi, Rabu (23/5). KPU memutuskan tetap akan memberlakukan aturan yang melarang mantan koruptor mendaftar sebagai caleg.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Pramono Ubaid Tanthowi, mengatakan permohonan Prabowo-Sandiaga Uno yang meminta Mahkamah Konstitusi (MK) memberhentikan semua komisioner KPU adalah salah alamat. Menurutnya, permohonan itu lebih pas jika diajukan kepada Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).

"Menurut saya, itu bukan kewenangan MK. Kalau soal kode etik itu adalah kewenangan DKPP," ujar Pramono ketika dijumpai di Kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (13/6).

Baca Juga

Terlebih, selama ini tidak ada laporan soal pelanggaran kode etik selama proses penyelenggaraan pemilu ke DKPP. Sehingga, Pramono mengatakan, salah alamat jika MK diminta untuk memberhentikan komisioner KPU.

"Sejak awal, selama rekap berjenjang pun, sampai penetapan hasil sama sekali tidak ada laporan pelanggaran kode etik di DKPP. Menurut saya mengajukan petitum ke MK untuk menonaktifkan KPU, untuk memberhentikan KPU, ya salah alamat. Sebab itu bukan kewenangan MK, tetapi kewenangan DKPP," tegasnya lagi. 

Sebelumnya, tim hukum BPN Prabowo-Sandiaga Uno mengajukan permohonan perbaikan ke Mahkamah Konstitusi terkait dengan sengketa hasil Pemilihan Presiden 2019. Salah satu petitum yang direvisi yakni meminta agar seluruh komisioner KPU diberhentikan dan diganti dengan jajaran baru.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement