Senin 24 Jun 2019 13:17 WIB

Kisah Pachurka, Mualaf Asal Jerman yang Berkelana ke Senegal

Mualaf asal Jerman berkelana ke Senegal sejak 20 tahun lalu.

Rep: Kiki Sakinah/ Red: Nashih Nashrullah
Ilustrasi Mualaf
Foto: Foto : MgRol112
Ilustrasi Mualaf

REPUBLIKA.CO.ID, DAKAR – Setelah berkeliling dunia untuk mencari kedamaian batin, Björn Pachurka, mualaf asal Jerman akhirnya melabuhkan dirinya di negara Afrika Barat, Senegal. 

Pria yang juga dikenal dengan nama Hadim Ndiguel ini menjauh dari kehidupan material yang dia jalani di Jerman demi mencari kehidupan spiritual dan kedamaian.  

Baca Juga

Pria berusia 43 tahun itu telah menjalani kehidupan selama hampir 20 tahun di Senegal. Di negara Afrika inilah, dia mengadopsi agama dan gaya hidup Muslim.  

Pachurka merupakan seorang teknisi energi solar di Jerman. Dia mengungkapkan merasa tertarik dengan musik hip-hop dan kisah perjuangan masyarakat Afrika-Amerika untuk hak-hak sipil. Karena dipengaruhi kehidupan Malcolm X, Pachurka lantas memulai sebuah pencarian yang membawanya jauh dari tanah kelahirannya.  

Pachurka atau dikenal Ndiguel ini memeluk Islam di Senegal sekitar 20 tahun yang lalu. Saat itu dia bergabung dengan Mouride Brotherhood, yang merupakan organisasi persaudaraan Muslim Sufi yang mendorong swadaya dan kerja keras.  

Organisasi ini sangat populer di Senegal dan Gambia. Mouride Brotherhood memiliki kantor pusat di kota Touba, yang merupakan kota suci untuk ordo di Senegal. 

Pachurka lantas menceritakan sisi kehidupannya di Jerman sebelum hijrah ke Senegal. Pachurka tumbuh sebagai seorang Kristen Protestan. Dia mengungkapkan, dirinya adalah bagian dari generasi hip-hop. Ndiguel mengaku menyukai musik reggae dan hip-hop.   

"Begitulah saya mengenal orang Afrika-Amerika. Kemudian saya membaca kisah Malcolm X dan langkah dia masuk Islam. Setelah itu, saya memutuskan untuk pindah ke Afrika," kata Pachurka kepada Anadolu Agency, dilansir pada Senin (24/6).   

Sebelum ke Senegal, dia pernah menetap di Mesir. Dia lantas menceritakan petualangannya dengan anggota religius Rastafarianisme. Pachurka kemudian menjelajahi beberapa negara Afrika Sub-Sahara, termasuk Zambia, Malawi, hingga akhirnya menetap di Senegal.  

Di Senegal, Pachurka diperkenalkan dengan tradisi sufi Mouridisme dan dipengaruh gaya hidup dan ajaran damai Syekh Ahmadou Bamba (1853-1927), yang merupakan pendiri Mouride Brotherhood.  

"Sheikh Ahmadou Bamba, pendiri kota Tuba, adalah pria yang luar biasa dan dia menunjukkan perlawanan damai dan tanpa kekerasan terhadap orang-orang Prancis di era kolonial," lanjutnya.  

Selama petualangannya di jantung persaudaraan Sufi Senegal, dia bertemu dengan gerakan Baye Fall, yang mirip dengan Rastafarianisme. Gerakan ini didirikan Syekh Ibrahima Fall, salah satu siswa pertama Sheikh Bamba. Ajarannya berfokus pada kerja keras, kebaikan, dan membantu orang lain.   

Betah menjalani kehidupan di Senegal, Pachurka kemudian menikahi seorang wanita asal negara ini. Kini, dia merupakan ayah dari delapan anak. Dia dan keluarganya tinggal bersama angota Baye Fall di sebuah desa terpencil di negara Afrika Barat.   

"Kami tinggal di desa kami sesuai dengan cara hidup kolektif dan kami melakukan semua pekerjaan yang diminta oleh Sheikh kami. Kehidupan kami sesuai dengan aturan ketat masyarakat. Di sini, kami bekerja keras untuk menemukan kedamaian batin," katanya.  

Mouride Brotherhood merupakan persaudaraan Sunni yang dibuat mayoritas Muslim di Senegal. Organisasiini didirikan ulama Muslim Senegal Sheikh Bamba (1537-1927) pada 1887.   

Bamba sempat diasingkan ke Gabon dan Mauritania karena dia menentang kegiatan kolonial dan misionaris Perancis di Senegal. Namun meski tidak disetujui Syekh Bamba, Fall dan para pendukungnya menciptakan gerakan heterodox Baye Fall yang masih dipraktikkan saat ini di negara Afrika Barat. (Kiki Sakinah)

 

 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement