Senin 01 Jul 2019 12:00 WIB

Indonesia Kaya akan Tanaman Obat

Onoiwa dibuat dari ekstrak ikan gabus yang diambil langsung dari Bintan, Kepri.

Edward Basilianus, CEO Nucleus Farma (pertama dari kiri) dan Hilary Claudia Sri Lestari, Director Nucleus Farma (Kedua dari kanan)
Foto: Istimewa
Edward Basilianus, CEO Nucleus Farma (pertama dari kiri) dan Hilary Claudia Sri Lestari, Director Nucleus Farma (Kedua dari kanan)

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Indonesia dengan kekayaan keanekaragaman hayati berpeluang besar menjadi produsen natural medicine yang diperhitungkan ditingkat global. Peluang ini ditangkap oleh Nucleus Farma dengan memproduksi obat dari bahan-bahan yang tersedia di alam.

Perusahaan farmasi yang berdiri tahun 2014 ini menelan investasi sekitar Rp100 miliar. Perusahaan ini juga memiliki kantor perwakilan di Amerika Serikat dan Jepang.  

“Dari 45 ribu jenis tumbuhan obat yang ada di dunia, 35 ribu tumbuh di Indonesia. Hal ini menjadikan tekad kami untuk menjadikan Nucleus Farma sebagai pionir dari natural medicine bukan menjadi follower,” tegas Edward Basilianus, CEO Nucleus Farma, dalam siaran persnya.

Dikatakan Basilianus, natural medicine sudah menjadi basis pengobatan yang berkembang pesat di Amerika, Jepang, dan China.

"Saya ingin Indonesia menjadi basis produksi natural medicine di masa depan, karena itu dari awal berdiri Nucleus Farma, kami mengajukan aplikasi ke FDA ke Amerika,” imbuh pria yang biasa disapa Edu ini.

Disebutkannya, sebagai perusahaan lokal, Nucleus Farma menggunakan bahan baku 100 persen asli Indonesia dan mensyaratkan pasokan bahan baku yang ketat untuk memastikan bahwa bahan baku yang digunakan untuk produk berkualitas.

“Kami juga bekerja sama dengan petani dan nelayan lokal dengan memberikan edukasi kepada mereka, sehingga bisa menggunakan bahan mentah sesuai dengan standar kami. Pada pabrik berteknologi tinggi yang kami miliki, kami mencoba yang terbaik untuk mengurangi dampak lingkungan dengan menggunakan teknologi yang ramah lingkungan,”papar Cipto Kokadir pakar engineering dan business management lulusan UC Berkeley dan Stanford University.

Chaidir, doktor di bidang biologi farmasi lulusan University of Wuerzburg, Jerman mengatakan, dengan menggunakan teknologi tertentu, Nucleus Farma berhasil mengatasi permasalahan mutu akibat perubahan kualitas bahan baku, sehingga kualitas ekstrak dapat dijaga dan produk sekelas fitrofarmaka dengan kandungan yang jelas dan konsisten dapat dimungkinkan.

“Jika kita ingin memproduksi obat herbal atau pangan kesehatan berbasis ekstrak tanaman obat kita harus memperhatikan kualitas dari ekstrak,” jelas Chaidir.

Karena butuh persiapan yang matang, Nucleus Farma baru meluncurkan produk perdananya  pada akhir 2018 lalu. Produk tersebut diberi nama “Onoiwa” yang berarti “ada ikan” dalam bahasa Jawa dan “saudara laki-laki” dalam bahasa Jepang.

Dalam memproduksi Onoiwa, Nucleus Farma dibantu peneliti dari Jepang dan menggunakan teknologi dari Jerman. “Semua bahan baru dari Indonesia, dibuat di Indonesia. Cuma peneliti dan teknologinya dari luar negeri,” jelas Edu.

Onoiwa dibuat dari ekstrak ikan gabus yang diambil langsung dari Bintan, Kepulauan Riau. Edu mengatakan, pihaknya bekerja sama dengan salah satu koperasi nelayan di Bintan untuk mendapatkan pasokan ikan gabus.

“Gabus memang paling bagus dari luar Pulau Jawa, seperti Riau, Kalimantan. Produk kita paling bagus dibandingkan kompetitor, karena bahan bakunya paling bagus,” jelas Edu lagi. 

Onoiwa merupakan obat resep dokter (ethical drug). Obat ini sudah berhasil menembus jaringan rumah sakit besar di Indonesia seperti Hermina dan Mitra. Keberhasilan Onoiwa menembus rumah sakit tentu tak lepas dari kesuksesan obat ini memperoleh sertifikat FDA dari  Amerika Serikat. 

“Kami ingin menumbuhkan kepercayaan diri para dokter agar mau meresepkan obat natural seperti Onoiwa. Makanya kami sampai mendaftarkan ke FDA, karena mereka selama ini tidak yakin dengan obat berbasis alam. Padahal di Jepang produk berbasis alam sudah masuk ke sistem pelayanan kesehatan di sana, begitu pun Belanda yang cenderung beralih ke natural medicine,” ungkap Edu.

Onoiwa memiliki kadar anti-oksidan cukup bagus dan dapat mempercepat pembentukan albumin dalam tubuh. Onoiwa juga berkhasiat mempercepat pengeringan luka pasca operasi. Saat ini Onoiwa diproduksi dalam bentuk kapsul. 

Edu, yang berpengalaman lebih dari 25 tahun di industri farmasi, mengungkapkan nilai pasar natural medicine berbasis ikan gabus mencapai Rp50 miliar per bulan. Dia mengklaim Nucleus Farma berada pada posisi ke-2 di kategori ini dari sekitar 20 produsen yang bermain. Sampai akhir tahun 2018, Nucleus Farma telah memasarkan produknya di lebih dari 500 oulet di seluruh Indonesia

Setelah sukses dengan Onoiwa, Nucleus Farma berhasil meluncurkan produk Onoiwa Plus, Onoiwa MX, Onoake, dan Onogate Capsule. Onoake merupakan obat berbasis ekstrak daun kelor (Moringa oleifera), sementara Onogate berbasis teripang (Stichopus variegatus).

Onoake bermanfaat sebagai suplemen dan sumber energi alami, asam amino, anti oksidan, anti kanker, anti inflammatory, serta menjaga kesehatan darah. Adapun Onogate bermanfaat antara lain untuk meringakan radang, nyeri, kaku atau bengkak pada persendian.

Selain itu, Nucleus Farma juga telah meluncurkan produk Rafa Khomsah dengan menggunakan bahan baku antara lain jintan hitam (Nigella sativa) dan beras merah. Produk ini terinspirasi dari hadis Nabi Muhammad SAW.

Edu menjelaskan, Rafa Khomsah cocok dikonsumsi oleh mereka yang sedang menunaikan ibadah Haji atau Umroh di Tanah suci. “Rafa Khomsah yang mengandung habbatussauda atau jintan hitam bermanfaat untuk menjaga stamina dan kesehatan para jamaah yang sedang beribadah di tanah suci,” katanya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement