REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Partai Gerindra tak menyangkal beredarnya rumor tawaran posisi menteri hingga duta besar untuk pemerintahan 2019-2024. Tawaran itu muncul seiring dinamika perpolitikan pascaputusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait hasil pemilihan presiden yang menegaskan kemenangan pasangan calon presiden-calon wakil presiden Joko Widodo-KH Ma'ruf Amin.
"Saya bilang, rumor itu terus bergulir. Tapi, kalau kita, memilih menjadi oposisi. Saya kira sudah tahu jawabannya seperti apa. Enggak mungkin kita terima tawaran itu," kata anggota Dewan Penasihat DPP Partai Gerindra, Muhammad Syafii, di Kompleks Parlemen Senayan, Senin (1/7).
Syafii mengatakan, Gerindra sejauh ini lebih condong ke oposisi. "Walaupun kita beroposisi, bukan berarti kita memusuhi, tetapi untuk membangun sistem check and balance, jadi komunikasi tetap kita lakukan," ujar dia.
Syafii yakin, Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto menginginkan demokrasi yang sehat. Maka itu, menurut dia, Gerindra lebih condong untuk tetap berada di jalur oposisi.
Kendati demikian, anggota Komisi III DPR RI itu mengakui, belum ada pernyataan resmi dari Partai Gerindra soal posisi politiknya. Menurut dia, Prabowo akan terlebih dahulu mendengar pendapat para pakar.
Kendati nantinya memutuskan untuk berada di jalur oposisi, Syafii menyatakan, kemungkinan rekonsiliasi dalam konteks pertemuan antartokoh bisa saja terjadi. "Tapi, konten pertemuan itu seperti apa, saya kira itu masih menjadi sebuah tanda tanya," ujarnya menambahkan.
Sementara itu, pihak partai pendukung Jokowi-Ma'ruf juga belum bersedia secara terbuka membicarakan soal jatah menteri yang mereka harapkan. Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Arsul Sani menuturkan, PPP tidak ingin terlampau berharap mendapatkan jatah kursi menteri.
"Kita enggak mau berharap-harap karena biasanya kalau mengharap-harap itu enggak dapat," kata Arsul di Kompleks Parlemen Senayan, Senin (1/7).
Ia menyerahkan sepenuhnya hak menentukan menteri-menteri tersebut kepada presiden. Arsul juga menjelaskan, alasan partainya belum mengusulkan nama lantaran memang belum ada pembicaraan mengenai kabinet. Anggota Komisi III DPR itu mengungkapkan, pembahasan kabinet baru akan dilakukan setelah ada pertemuan dengan ketua umum Koalisi Indonesia Kerja (KIK).
Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar tak menyoal semisal partai eks koalisi pengusung pasangan capres-cawapres Prabowo-Sandiaga bergabung ke dalam koalisi pemerintah. Meski begitu, ia mempertanyakan urgensinya. "Yang penting jangan kurangi jatah PKB," ujarnya.
Sementara itu, Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto didampingi para ketua DPD Golkar se-Indonesia menemui Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Senin (1/7). Namun, kata dia, dalam pertemuan itu tidak ada pembahasan jatah menteri.
"Tentunya terkait dengan kementerian nanti akan dibahas lagi dalam forum yang tersendiri karena forum siang hari ini lebih kepada silaturahim dan kami mengucapkan selamat kepada Bapak Presiden," ujar Airlangga setelah pertemuan. Ia juga menegaskan, belum ada pembahasan mengenai pembentukan kabinet di periode pemerintahan berikutnya. (arif satio nugroho/febrianto adi saputro/dessy suciati saputri ed:fitriyan zamzami)