REPUBLIKA.CO.ID, MATARAM -- Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Mataram H Effendi Eko Saswito mengharapkan pemberitaan mengenai potensi gempa dengan magnitudo 8,5 yang mungkin terjadi di selatan Pulau Lombok, jangan sampai mengganggu aktivitas. Akan tetapi masyarakat diminta harus tetap waspada.
"Mari kita tetap beraktivitas seperti biasa tapi tetap waspada dan berserah diri kepada Allah SWT," katanya kepada sejumlah wartawan di Mataram, Nusa Tenggara Barat, Jumat (5/7).
Effendi mengatakan ada atau tidak ada pemberitaan tersebut yang namanya bencana tidak dapat diprediksi. Dengan demikian masyarakat diminta selalu waspada. Di antaranya dengan tidak berada atau beraktivitas pada ruangan yang rawan atau kekuatannya tidak diyakini.
"Tapi kalau melihat posisi Pulau Lombok, Kota Mataram relatif aman dibandingkan daerah lain," ujarnya.
Di sisi lain, kata dia, dalam upaya mitigasi bencana pemerintah kota telah melaksanakan beberapa upaya. Antara lain sudah memasang alat pendeteksi tsunami di Pantai Ampenan.
Alat pendeteksi tsunami tersebut sudah berfungsi sejak terjadi gempa pada Agustus 2018. Namun alat itu belum diuji coba karena masyarakat saat itu masih dalam kondisi trauma pascagempa bumi.
"Karena itu, kami meminta BPBD melakukan sosialisasi kepada masyarakat,sehingga apabila ada potensi tsunami pemerintah akan menginformasikan secara resmi," ujarnya.
Selain itu,pemerintah kota melalui BPBD Kota Mataram juga telah memasang puluhan rambu jalur evakuasi bencana. Rambu-rambu itu terpasang baik di sekolah maupun di kantor pemerintah serta di sejumlah fasilitas umum.
Tujuannya agar ketika terjadi bencana masyarakat bisa segera menuju titik kumpul dengan mengikuti rambu jalur evakuasi yang telah terpasang. "BPBD juga aktif memberikan edukasi tentang mitigasi bencana guna meminmalisir kerugian dan korban jiwa," katanya.
Sebelumnya, Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Mataram Agus Riyanto memaparkan hasil simulasi dan pemodelan tsunami (Tsunami Modeling). Hasil simulasi menunjukkan wilayah Lombok Selatan menyimpan gempa potensi megathrust dengan magnitudo 8,5 dan gelombang tsunami hingga lima kilometer dengan ketinggian mencapai 20 meter.
Namun, gempa sebesar itu sesungguhnya tidak hanya terjadi di Lombok bagian selatan. Gempa juga bisa terjadi di wilayah selatan Indonesia mulai NTT, Bali, Jawa hingga Sumatera.
"Tapi kapan waktunya tidak ada yang tahu bahkan teknologi secanggih apapun tidak bisa memprediksi dan mengetahui kapan akan terjadi gempa itu," ujarnya di sela-sela seminar manajemen kebencanaan yang dilaksakan di Universitas Nahdatul Ulama (NU) NTB. Dalam acara itu hadir pula pakar geologi dan kegempaan dari Universitas Brigham Young Univesity, Utah, Amerika Serikat, Profesor Ron Harris.