Selasa 09 Jul 2019 12:26 WIB

Komisi I DPR: Tak Mungkin Revisi UU ITE Sekarang

Masa kerja DPR periode 2014-2019 akan berakhir pada September.

Rep: Febrianto Adi Saputro/ Red: Andri Saubani
 Wakil Ketua Komisi I DPR RI Satya Widya Yudha.
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Wakil Ketua Komisi I DPR RI Satya Widya Yudha.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi I DPR Satya Yudha menegaskan, bahwa tidak mungkin bagi DPR periode saat ini untuk melakukan revisi terhadap Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Pasalnya, waktu yang dimiliki angggota DPR saat ini terlalu mepet untuk melakukan perbaikan undang-undang.

"Masa waktu daripada DPR sekarang ini hingga sampai akhir September," kata Satya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (9/7).

Baca Juga

Ia berharap agar anggota DPR periode 2019-2024 mendatang bisa merevisi pasal-pasal yang dianggap karet di dalam UU ITE. Terlebih lagi adanya kasus Baiq Nuril bisa dijadikan contoh kasus urgensinya revisi UU ITE.

"Kasus tersebut bisa dijadikan agar pasal-pasal yang dirasa tidak memberikan kepastian hukum karena itu dianggap pasal karet bisa dievaluasi kembali," katanya.

Ia menjelaskan, alasan DPR periode saat ini tidak bisa lagi mengajukan revisi lantaran produk legislasi yang sudah ada tidak bisa dilanjutkan di periode yang akan datang. Sehingga sejumlah produk legislasi yang belum menjadi undang-undang otomatis akan dibatalkan dan dibuat lagi dari nol pada periode mendatang.

"Disusun lagi oleh Prolegnas dan bahkan substansinya bisa berubah, karena yang terpilih sekarang ini 2019-2024 ini adalah utusan wakil daripada rakyat. Jadi tidak bisa wakil rakyat itu diwakili oleh wakil rakyat sebelumnya, nggak bisa," tuturnya.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement