REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Perludem, Titi Anggraini, menilai, penerapan rekapitulasi elektronik (rekap-el) oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) harus dilakukan secara bertahap. Namun, kata dia, inisiasi untuk melakukan rekap-el harus dimulai sejak sekarang.
"Penerapan rekap elektronik harus dilakukan secara bertahap. Sehingga menurut saya, sebagai awalan maka tidak semua wilayah melakukan rekapitulasi suara secara elektronik pada tahun 2020," ujar Titi melalui pesan singkat, Ahad (14/7).
Ia mengatakan, jika ingin memulai proyek percontohan rekap-el maka harus dilaksanakan secara bertahap di daerah-daerah berdasarkan kajian kelayakan dari KPU. Daerah-daerah yang sudah memiliki kesiapan untuk menyelenggarakan rekap-el baik dari sisi sumber daya dukungan politik maupun kesediaan anggaran.
"Namun, inisiasi untuk melakukan rekapitulasi suara secara elektronik harus dimulai sejak sekarang," terangnya.
Titi menjelaskan, bagi daerah-daerah yang belum melaksanakan, bisa dilakukan prakondisi. Prakondisi itu dapat dilakukan dengan memastikan Sistem Informasi Penghitungan Suara (Situng), yang selama ini menjadi instrumen transparansi KPU, benar-benar diberlakukan sebagai kewajiban yang harus dilaksanakan secara serius oleh jajaran KPU di daerah.
"Jadi meskipun rekapnya masih manual, tetapi Situng harus diimplementasikan dengan keseriusan dan juga kesungguhan. Sehingga hasilnya bisa terpublikasi sesuai target dalam kerangka waktu yang sudah ditentukan, dengan tingkat keberhasilan 100 persen," jelas dia.
Kaka Suminta.
Sekretariat Jenderal Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP), Kaka Suminta, mengatakan, untuk menerapkan rekap-el harus berhati-hati. Menurutnya, perlu ada semacam proyek percontohan sebagai langkah pembelajaran sebelum diterapkan secara luas proses rekap-el tersebut.
“Pada intinya, harus ada kehati-hatian dan jaminan bahwa upaya rekap-el ini tidak menjadi masalah pada saat digunakan,” ujar Kaka melalui pesan singkat, Ahad (14/7).
Karena itu, ia menilai, agar pelaksanaan rekap-el dapat berjalan dengan baik nantinya perlu ada semacam proyek percontohan. Hal tersebut perlu dilakukan agar bisa dijadikan proses pembelajaran yang hasilnya bisa dikaji untuk melakukan penerapan yang lebih luas.
“Kehati-hatian tadi terkait pengalaman sistem informasi KPU pada pemilu lalu yang dinilai gagal maka ini harus menjadi peringatan keras buat KPU,” jelasnya.
Terkait pelaksanaan rekap-el yang masih terbentur undang-undang (UU), ia menerangkan, sebenarnya, ruang untuk KPU melakukan rekap-el ada di dalam UU Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Selain itu, ia juga menyarankan, hal itu bisa dipertegas dengan mengajukan uji materi terkait peraturan tersebut ke Mahkamah Konstitusi (MK).
“Sebenarnya dalam UU Pilkada ruang itu diberikan kepada KPU. Atau bisa dipertegas misalnya dengan judicial review ke MK,” tuturnya.