REPUBLIKA.CO.ID, KHARTOUM -- Pasukan paramiliter yang didukung dewan militer Sudan melepaskan tembakan ke arah pengunjuk rasa yang menggelar protes di negara bagian Sennar, Sudan. Satu orang tewas tertembak dalam peristiwa itu.
Pembunuhan ini terjadi ketika dewan militer dan oposisi dari masyarakat sipil berselisih atas perincian terakhir kesepakatan pembagian kekuasaan sebelum pemilihan umum. Perjanjian yang mengatur masa transisi kekuasaan setelah Presiden Omar al-Bashir digulingkan.
"Jiwa martir Anwar Hassan Idris diangkat dari kota al-Suki, negara bagian Sennar, setelah ia terluka oleh peluru dikepala yang ditembakan milisi Janjaweed," kata pernyataan Komite Dokter Sudan yang berafiliasi dengan oposisi, Senin (15/7).
Sejumlah pengunjuk rasa yang memprotes tindakan keras paramiliter Rapid Support Forces (RSF) dalam menangani demonstrasi juga terluka. Komite Dokter Sudan mengatakan beberapa diantaranya dalam kondisi kritis.
RSF belum menanggapi permintaan komentar tentang hal ini. RSF berasal dari milisi Arab yang melakukan kejahatan perang di negara bagian barat Darfur. Komandan RSF yang juga wakil kepala dewan militer telah membantah tuduhan itu.
Di ibu kota Khartoum, dewan militer yang berkuasa dan koalisi pengunjuk rasa serta kelompok oposisi masih memperdebatkan rancangan akhir deklarasi konstitusi. Rancangan itu itu akan mengatur periode transisi menuju pemilihan umum dan kekuasaan rakyat sipil.
Kedua belah pihak sudah sepakat membagi kekuasaan selama masa transisi. Tapi masih membahas sejumlah detail termasuk dewan kedaulatan yang berisi rakyat sipil dan perwira militer.
Dewan Transisi Militer juga meminta kekebalan hukum para anggotanya. Mereka tidak ingin anggota militer dipersekusi dalam peristiwa berdarah yang terjadi sebelum rancangan konstitusi itu disepakati.
Kedua belah pihak dijadwalkan untuk bertemu pada Ahad (14/7) malam. Tapi kantor berita SUNA melaporkan ketua oposisi menundanya sampai 48 jam sehingga pertemuan akan dilakukan pada Selasa (16/7).
Unjuk rasa di al-Suki, yang berjarak sekitar 340 kilometer dari Khartoum digelar untuk memprotes kekerasan RSF. Mereka menuduh pasukan itu telah membunuh 128 orang dalam kerusuhan yang terjadi pada 3 Juni lalu. Dewan militer mengatakan ada 61 orang yang tewas dalam peristiwa itu.