REPUBLIKA.CO.ID, oleh Bambang Noroyono, Rizkyan Adiyudha
Mabes Polri menegaskan memiliki komitmen untuk menyelesaikan kasus penyerangan terhadap Novel Baswedan. Namun, Polri mengaku tak ingin buru-buru.
Karo Penmas Mabes Polri Brigadir Jenderal Polisi Dedi Prasetyo mengatakan, pengungkapan penyiraman air keras yang menerpa penyidik di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu, punya tingkat kesulitan yang tinggi. “Komitmen kami, untuk tetap berkewajiban menuntaskan ini (kasus Novel Baswedan) sebelum daluwarsa,” kata Dedi, Senin (15/7).
Namun, bukan berarti kasus tersebut, punya prioritas tersendiri. Sebab menurut Dedi, Polri punya banyak kasus yang juga harus dituntaskan.
“Tidak bisa satu kasus diselesaikan buru-buru. Banyak kasus, termasuk kasus besar yang sudah diselesaikan. Dan banyak juga yang masih belum diselesaikan,” sambung dia.
Salah satu kasus yang memang nyata belum dapat diselesaikan, adalah aksi brutal terhadap Novel Baswedan. Penyidik 42 tahun itu disiram air keras oleh orang tak dikenal di kawasan tinggalnya di Kelapa Gading, Jakarta Utara (Jakut) 2017 lalu.
Penyiraman air keras terhadap Novel dua tahun lalu itu, bukan teror yang pertama ditujukan kepada sejumlah penyidik di KPK. Indonesia Corruption Watch (ICW), April lalu pernah mencatat tujuh peristiwa aksi ancaman dan serangan, serta kriminalisasi terhadap penyidik dan komisioner KPK dalam satu dekade terakhir.
Namun, paling brutal yang terjadi terhadap Novel. Serangan air keras membuat penglihatannya hilang akibat mata kirinya yang rusak permanen.
Menurut Dedi, kasus tersebut, adalah kasus sulit. Itu sebabnya, Kapolri Jenderal Tito Karnavian membentuk ‘skuat’ khusus pengungkap fakta peristiwanya.
Tim Pencari Fakta (TPF) tersebut, sudah rampung tugasnya pada 7 Juli lalu setelah bekerja sejak 8 Januari 2019. Tim yang terdiri dari 65 orang penyidik, aktivis, dan akademisi itu sudah melaporkan hasilnya kepada kapolri, Selasa (9/7). Laporan tersebut kini berada di meja kapolri untuk dipelajari sebelum disampaikan ke publik.
Dedi menerangkan, laporan setebal 170 dan 1.500 lampiran tersebut, akan menjadi dasar teknis penyidikan lanjutan pengungkapan kasus itu. Namun Polri kata dia, belum akan mempublikasikan laporan atau rekomendasi apa dalam laporan TPF kepada kapolri.
“Kalau nggak Selasa (16/7) atau Rabu (17/7) tim itu akan melakukan konfrensi pers untuk membeberkan hasilnya secara komprehensif. Apa saja yang ditemukan selama enam bulan (pengungkapan) akan disampaikan,” sambung Dedi.
Meski Dedi mengaku tak menahu isi laporan TPF, ia membenarkan pernyataan yang disampaikan sejumlah anggota dewan pakar tim itu sendiri. Salah satu anggota pakar, Profesor Hermawan Sulistyo, saat TPF melaporkan hasil kerja timnya, Selasa (9/7) mengatakan ada perwira bintang tiga yang diperiksa selama TPF bekerja.
Anggota pakar lain, Hendardi mengungkapkan, perwira bintang tiga terperiksa itu, adalah Komisaris Jenderal (Komjen) Mochammad Iriawan. Iriawan, kata Hendardi diperiksa lantaran dianggap pernah bertemu dengan Novel sebelum peristiwa penyiraman.
Namun Hendardi menepis, pemeriksaan terhadap Iriawan, terkait kasus Novel. Karena kata Hendardi, TPF memeriksa Iriawan dalam kapasitasnya ketika menjadi Kepala Polisi Daerah (Kapolda) Metro Jaya 2016-2017 dan saat itu masih berpangkat bintang dua atau Inspektur Jenderal (Irjen). Kini Iriawan, menjabat sekeratis utama di Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas).
Selain mengungkap nama salah satu terperiksa, Hendardi pun mengungkapkan beberapa kesimpulan kasus Novel. Menurut Ketua Setara Institute itu, kasus penyerangan terhadap Novel bukan perkara kejahatan yang biasa-biasa. Menurut TPF, kata dia, kasus tersebut punya dimensi politik.
Komisaris Jenderal Polisi Mochamad Iriawan mengaku siap melawan tuduhan-tuduhan yang dilayangkan kepadanya. Termasuk, soal kabar dirinya diperiksa oleh TPF Kasus Novel.
"Bukan diperiksa tetapi klarifikasi atau ngobrol. Kalau diperiksa itukan di-BAP, tetapi pertemuan saya dengan TGPF tidak ada pemeriksaan," kata Iwan Bule dalam keterangan resmi di Jakarta, Ahad (14/7).
Sekretaris Utama Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas) mengaku itu tetap tenang dalam pertemuan dengan TPF. Hal itu lantaran, ia memang tidak mengetahui apa-apa soal pelaku penyiraman air keras ke wajah Novel Baswedan.
"Saya nggak tahu apa-apa tentang pelaku penyiraman Novel apalagi tahu pelakunya. Saya nggak ada sangkut paut dengan kasus ini. Mungkin TGPF, merasa saya tahu kasusnya Novel, saya bilang nggak tahu," katanya.
Iwan Bule tak menampik sempat ditanyai perlihal pertemuan dengan Novel Baswedan oleh TPF di Polda Metro Jaya. Namun, dia menyangkal jika pertemuan tersebut terkait dengan kasus penyiraman air keras.
"Saya diskusi masalah sinergitas Polri dan KPK dalam penanganan korupsi. Kala itu, Novel datang bersama Brigadir Arif, itu sahabatnya dia. Dia anak buah saya di Brimob Polda Metro Jaya. lewat dia akhirnya ketemu saya," paparnya.
Iwan Bule menerangkan, pertemuannya dengan Novel Baswedan kala itu juga terkait dengan penangananan kasus korupsi besar dan dapat masuk ke sektor-sektor yang belum bisa diungkap KPK semisal mafia pangan. Dia mengatakan, mereka bertemu di ruang kerja Kapolda Metro.
"Kemudian saya sempat ditanya (TPF) kapan lagi pernah ketemu, saya jawab pernah ke rumahnya (Novel) diajak Arif juga karena anaknya Novel lahir, nama anaknya Umar. Saya silaturahim," katanya.
Kronologi Kasus Novel Baswedan