REPUBLIKA.CO.ID, TEXAS -- Keluarga-keluarga imigran beserta para pembela mereka berjaga-jaga pada Ahad (14/7) untuk menghadapi kemungkinan penangkapan dalam rangka deportasi massal, seperti yang dijanjikan Presiden Amerika Serikat Donald Trump. Namun, hingga Ahad siang, tidak ada tanda-tanda bahwa operasi secara nasional itu dilangsungkan.
Trump pada Jumat (12/7) mengatakan bahwa gelombang penangkapan para imigran yang menghadapi deportasi akan mulai berlangsung pada akhir pekan. Operasi berhari-hari itu diperkirakan akan menjaring sekitar 2.000 orang di 10 kota terhadap mereka, yang telah diperintahkan pengadilan imigrasi untuk dideportasi namun ternyata masih berada di AS.
"Kami sedang melaksanakan tindakan penegakan hukum terhadap orang-orang tertentu, yang telah menjalani persidangan di pengadilan imigran dan kemudian diputuskan oleh hakim keimigrasian untuk dikeluarkan (dari AS)," kata Penjabat Direktur Badan Penegakan Hukum Keimigrasian dan Bea Cukai (ICE), Matt Albence, kepada Fox News.
"Para imigran dan kelompok-kelompok imigran di seluruh negeri sedang bersembunyi dan orang-orang menjalankan hidup dengan ketakutan dan merasa diteror, karena itulah memang tujuan seluruh gerakan ini, terlepas bahwa penegakan hukum ternyata dijalankan atau tidak," kata Mary Bauer, direktur hukum lembaga Southern Poverty Law Center.
Para wali kota-kota besar di AS telah menyatakan bahwa lembaga penegakan hukum yang mereka miliki tidak akan bekerja sama dengan ICE soal pendeportasian. Wali Kota New York Bil de Blasio mengatakan di kota tersebut ada tiga kasus menyangkut operasi ICE pada Sabtu (13/7).
"Tidak ada laporan yang kami terima bahwa para petugas menemukan orang-orang yang mereka cari untuk mereka tangkap," tulis de Blasio di Twitter.
Kalangan pejabat asal Partai Demokrat serta para pembela migran telah memperingatkan para imigran bahwa mereka berhak untuk tidak membuka pintu jika para petugas ICE datang ke rumah mereka kecuali jika petugas membawa surat perintah dari hakim. Ancaman penangkapan itu muncul setelah jumlah penahanan terhadap para migran mencetak rekor tertinggi dalam 13 tahun pada Mei di perbatasan barat daya. Banyak di antara para migran itu pergi dari negara-negara kawasan Amerika Tengah untuk menghindar dari kemiskinan dan kekerasan kelompok kejahatan di negara mereka.
Pemerintah Trump telah dihujani kritik karena menempatkan para imigran tahanan di tempat-tempat yang terlalu penuh sesak dan kurang bersih. Kekhawatiran juga bermunculan soal anak-anak migran yang dipisahkan dari orang tua mereka oleh pihak berwenang AS.