REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia Adi Prayitno menilai, kecil peluang bagi Partai Gerindra untuk mengisi posisi ketua MPR. Alasannya, Koalisi Indonesia Adil Makmur telah dibubarkan pascaputusan Mahkamah Konstitusi (MK), sehingga sulit bagi Gerindra untuk membangun kekuatan politik.
"Karena barisannya sudah bubar jalan, jadi fight sendirian," ujar Adi di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (22/7).
Menurutnya, ada partai lain yang paling realistis menduduki posisi ketua MPR. Tentunya, hal tersebut didasarkan atas proporsionalitas pada perolehan suara di DPR.
"Maka nama dari Golkar dan PKB paling banyak ditunggu orang sebenarnya," ujarnya
Ia menambahkan, Gerindra sebenarnya punya kans untuk menempatkan kadernya di jabatan di ketua MPR, asalkan PDI Perjuangan dan partai pengusung Joko Widodo (Jokowi) lainnya rela memberikan karpet merah tersebut kepada Gerindra. Jika rekonsiliasi dimaknai sebagai bagi-bagi kekuasaan maka Gerindra berkesempatan mendapatkan jabatan itu.
"Tapi publik menginginkan rekonsiliasi itu lillahi ta'ala aja," ucapnya.
Ketua DPP Partai Gerindra Fary Djemy Francis mengatakan, partainya menyiapkan beberapa nama untuk diajukan sebagai Ketua MPR RI. Salah satunya adalah Ahmad Muzani yang sosoknya dinilai diterima semua fraksi di parlemen.
"Salah satunya Pak Muzani yang selama ini bisa diterima semua fraksi," kata Fary di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (22/7).
Fary mengatakan, nama Muzani tersebut merupakan pembicaraan di internal Gerindra, namun nanti yang akan memutuskannya adalah Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto. Menurut dia, posisi Ketua MPR RI sangat strategis dengan kondisi masyarakat Indonesia yang terbelah yaitu tugas menyatukan ada di MPR RI.
"Tugas menyatukan itu ada di MPR, bukan DPR. DPR itu pasti ramai terus soal program-program yang menyakut ekonomi, hankam, politik dan hukum," ujarnya.