Selasa 23 Jul 2019 08:16 WIB

Soal Kursi Pimpinan MPR, PKB-PPP Merapat ke Nasdem

Pimpinan MPR akan dipilih dalam sistem paket.

Suasana sidang Tahunan MPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta. (ilustrasi)
Foto: Antara/M Agung Rajasa
Suasana sidang Tahunan MPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dua ketua umum partai Islam, Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai Ke bang kitan Bangsa (PKB), menemui Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh, Senin (22/7). Kedua ketum partai Islam tersebut menemui Surya Paloh dalam waktu yang berbeda.

Pelaksana Tugas (Plt) Ketua Umum PPP Suharso Monoarfa menuturkan, kedatangannya di kantor DPP Nadem di Gondangdia, Jakarta Pusat, untuk silaturahim dan membahas kondisi partai koalisi. Suharso juga mengaku pertemuannya untuk membicarakan soal posisi pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang saat ini menjadi incaran partai politik.

"Ada sedikit-sedikit," kata Suharso saat dikonfirmasi terkait pertemuannya dengan Surya Paloh di DPP Nasdem, Gondangdia, Jakarta Pusat, Senin (22/7).

Meski demikian, dia enggan mengungkapkan lebih perinci terkait pembahasan ter sebut. Begitu juga terkait paket pimpinan MPR. Dia mengatakan, hal itu akan dibahas dengan koalisi nanti.

Namun, Suharso tidak menampik keinginan PPP untuk mengisi salah satu posisi kursi pimpinan MPR. Dia mengatakan, hal itu juga disampaikan ke Surya Paloh.

Hal yang jelas, diskusi bersama dengan Surya dimanfaatkan untuk membicarakan koalisi ke depan. Plt Ketum PPP ini menegaskan, tidak ada gesekan di antara partai politik dalam Koalisi Indonesia Kerja (KIK). Dia memastikan kondisi parpol koalisi pengusung Joko Widodo-Ma'ruf Amin masih solid.

Sementara itu, Ketum PKB Muhaimin Iskandar seusai menemui Surya Paloh menceritakan, kedatangannya hanya untuk menjaga kebersamaan dalam koalisi. Pria yang akrab disapa Cak Imin ini mengatakan, pertemuannya dengan pimpinan tertinggi Nasdem itu sama sekali tidak membahas perebutan posisi ketua MPR.

"Enggak berebut. Pokoknya tadi hanya kekeluargaan dan menjaga kebersamaan partai-partai koalisi," kata Cak Imim seusai menemui Surya Paloh di Jakarta.

Imin juga membantah jika pertemuannya kali ini secara khusus mendiskusikan sosok pimpinan MPR serta arah koalisi ke depan. Dia hanya menegaskan kalau pertemuannya kali ini untuk menjaga soliditas koalisi yang dibangun sebelum Pemilihan Umum (Pemilu) 2019 dimulai.

Tidak banyak penjelasan yang terlontar dari Cak Imim seusai pertemuannya dengan Surya Paloh. Dia hanya menegaskan jika tidak ada gesekan antarpartai koalisi atau peluang masiknya oposisi ke dalam barisan saat dikonfirmasi lebih lanjut terkait soliditas yang dimaksud.

Bahkan, dia enggan berkomentar panjang saat disinggung terkait dengan komposisi kabinet. "Pokoknya menyolidkan dulu. Belum ada rumusan lain. Pokoknya menyolidkan dulu," ujarnya menegaskan.

Sekretaris Jenderal Partai Nasdem Johnny G Plate mengatakan, pertemuan Cak Imin dan Surya Paloh tidak membahas posisi pimpinan MPR. Senada dengan Imin, dia mengungkapkan, pertemuan mereka dilakukan untuk menyolidkan koalisi di antara partai politik pendukung pemerintah.

"Ya, pasti kalau koalisi kan harus solid, untuk mempertegas agar informasi tidak bias, tidak ditafsirkan dengan spekulasi yang banyak, koalisi ini solid," kata Plate.

Perebutan MPR

Di tempat terpisah, perebutan kursi pimpinan MPR semakin memanas. PDIP menilai, porsi pimpinan MPR akan dipilih dalam sistem paket yang akan dibicarakan dengan partai-partai di Senayan.

Ketua DPP PDIP Eriko Sotarduga mengaku saat ini dinamika untuk memilih pimpinan MPR masih sangat cair. Hal yang pasti, kata dia, PDIP dipastikan mendapatkan jatah posisi kursi ketua DPR. Eriko menegaskan, PDIP juga tidak dilarang untuk menduduki kursi ketua MPR.

Namun, PDIP tak mau bersikap ngotot dalam mengejar kursi pimpinan parlemen. "Tentu, berdasarkan MD3, PDIP ditempatkan ketua DPR, tentu hal ini tidaklah baik kalau misalnya kami harus juga jadi ketua MPR. Mari kita bicarakan karena sistem ini sistem paket," ujarnya.

Sementara itu, Ketua Fraksi Partai Gerindra Fary Djemy Francis tak mempersoalkan berapa opsi paket yang akan muncul dalam mekanisme pemilihan pimpinan MPR periode 2019-2024 mendatang. Gerindra hanya mengaku siap untuk menjadi pimpinan MPR.

"Alangkah lebih baik bila pemikiran-pemikirannya Pak Jokowi tertuang di pemerintah, sementara pemikiran-pemikiran Pak Prabowo terejawantahkan di parlemen, dalam hal ini MPR," katanya. (rizkyan adiyudha/arif satrio nugroho/febrianto adi saputro, ed:agus raharjo)

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement