Selasa 23 Jul 2019 09:47 WIB

Indonesia Butuh Perbanyak Materi Coding Hadapi Digitalisasi

Kerap terjadi mismatch antara lulusan sekolah dengan kebutuhan industri digital.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Friska Yolanda
Kemampuan membuat coding
Foto: Littlestepasia
Kemampuan membuat coding

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Perencanaan dan Pembangunan Nasional Bambang Brodjonegoro menuturkan, Indonesia harus memperbanyak materi mengenai coding atau menerjemahkan logika ke dalam bahasa pemrograman komputer. Sebab, kompetensi ini menjadi salah satu kunci utama dalam ekonomi digital yang diharapkan mampu menjadi tulang punggung pertumbuhan ekonomi di masa mendatang. 

Bambang menjelaskan, permasalahan besar dalam sumber daya manusia (SDM) Indonesia dalam menghadapi era digitalisasi adalah kemampuan coding. Dampaknya, kerap terjadi mismatch atau ketidaksesuaian antara lulusan sekolah maupun perguruan tinggi dengan kebutuhan industri digital. "Orang yang bisa coding di sini masih kurang," ujarnya dalam sesi konferensi pers Indonesia Development Program (IDF) 2019 di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta, Senin (22/7). 

Bambang mengatakan, Indonesia harus dapat meniru negara Skandinavia dengan konsep coding for free. Di sana, pendidikan mengenai coding diberikan secara gratis dalam setiap tingkat pendidikan, dari TK hingga kuliah. Bahkan, orang dewasa pun dapat mengikutinya melalui program yang disediakan industri dan pemerintah. 

Selain memperbanyak platform belajar coding, Bambang menambahkan, pendidikan Indonesia juga harus dikaitkan dengan informasi dan teknologi (IT) serta computer programming. Isu ekonomi kreatif pun sebaiknya diperbanyak untuk mengenalkan sektor ini kepada generasi muda sejak dini. 

Bambang berharap, upaya tersebut dapat menghasilkan SDM yang langsung memiliki sertifikasi kompetensi di bidang terkait ekonomi digital begitu mereka lulus sekolah maupun perguruan tinggi. Hanya saja, memang dibutuhkan harmonisasi kebijakan dan koordinasi lintas kementerian dan lembaga yang memakan waktu cukup lama. 

Bambang menegaskan, pendidikan umum dan vokasi saat ini memang tidak dapat bergerak secara parsial. Mereka harus disesuaikan dengan kebutuhan pasar atau industri. "Tidak bisa lagi SMK, BLK (Balai Latihan Kerja) maupun politeknik hanya sibuk dengan kurikulum dan ijazah sendiri," tuturnya. 

Apabila dibiarkan berkembang secara parsial, Bambang memprediksi, mismatch antara tenaga kerja dengan industri akan terus terjadi. Dampaknya, tingkat pengangguran terbuka berpotensi meningkat. Oleh karena itu, pemerintah kini tengah mendorong BLK, SMK sampai politeknik untuk lebih bisa membaca kebutuhan kompetensi di pasaran. 

Sementara itu, Wakil Presiden RI Jusuf Kalla menuturkan, kontribusi inovatif dari generasi muda tidak hanya untuk membantu mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia. Di sisi lain, kontribusi mereka merupakan sebuah masukan sangat berharga bagi program-program pemerintah. 

Selama ini, Kalla menuturkan, pemerintah kerap membuat perencanaan dari atas ke bawah. Tapi, kini, pemerintah bisa mendapatkan berbagai ide dari masyarakat dan generasi muda untuk menentukan apa yang sebaiknya dilakukan dalam hal masa depan bangsa. "Kita selalu membutuhkan pembangunan berkelanjutan," ujarnya. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement