REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO -- Pada 23 Juli 2005, bom meledak di resort Sharm al-Sheikh Mesir. Setidaknya 88 orang meninggal dalam serangan bom tersebut.
Sementara, sekitar 200 lainnya terluka dalam ledakan di malam hari itu. Bom pertama meledak di Pasar Lama. Kemudiaan diikuti oleh dua ledakan bom lagi di Naama Bay yang membuat sebuah hotel hampir hancur.
BBC History mencatat, Presiden Mesir Hosni Mubarak berjanji melawan terorisme setelah serangan itu. Ia mengunjungi lokasi serangan yang terburuk dalam sejarah Mesir tersebut.
Sebagian besar korban meninggal adalah warga sipil Mesir, meski sejumlah warga asing juga termasuk di antara korban. Seorang pria Italia berusia 34 tahun yang sedang berbulan madu dan seorang warga negara Ceko telah dipastikan meninggal dalam serangan tersebut. Selain itu, 20 warga asing terluka dalam ledakan mematikan tersebut.
Ledakan terjadi kurang dari setahun setelah 34 orang meninggal dalam serangan lebih jauh ke utara di Semenanjung Sinai. Hingga kini, Mesir masih dirundung ledakan bom yang mempengaruhi pariwisatanya.
Pariwisata merupakan sumber utama pendapatan asing untuk Mesir yang telah pulih setelah jumlah wisatawan turun. Penurunan jumlah wisatawan terjadi akibat pemberontakan 2011 dan pengeboman pesawat Rusia pada 2015, yang menewaskan 224 orang di dalamnya tak lama setelah lepas landas. Serangan yang diklaim oleh ISIS, mendorong Rusia untuk menghentikan semua penerbangan ke Mesir selama beberapa tahun. Sejumlah negara termasuk Inggris juga menghentikan penerbangan ke Sharm el Sheikh.