REPUBLIKA.CO.ID, PEKANBARU -- Kepolisian Daerah (Polda) Riau menyatakan Satriandi, pecatan polisi yang menjadi gembong narkoba serta terlibat kasus pembunuhan, yang ditembak mati polisi di Pekanbaru, Selasa (23/7) pagi, diduga kuat terlibat jaringan narkoba internasional. Ia ditembak mati setelah melawan petugas yang melakukan penggerebekan sehingga sempat terjadi baku tembak selama 30 menit.
Satriandi tewas ditembak aparat kepolisian Direktorat Kriminal Umum Polda Riau di sebuah rumah di Jalan Sepakat, Kelurahan Sidomulyo Barat, Kecamatan Tampan, Kota Pekanbaru. Selain Satriandi, Polisi juga menembak mati rekannya bernama Ahmad Royani. Ahmad diketahui sebagai pengawal pribadi Satriandi.
Kepala Polda Riau Inspektur Jenderal Polisi Widodo Prihastopo, dalam keterangan kepada pers di Riau, mengatakan, indikasi Satriandi terlibat jaringan internasional diperkuat dengan temuan paspor serta ratusan transaksi dari 31 akun rekening bank mencurigakan. "Ada tujuh paspor yang kita sita. Nama yang bersangkutan juga ada paspornya. Sangat dimungkinkan terjadi antarnegara," kata Widodo.
Sementara, seorang tersangka lainnya Randi Novrianto berhasil ditangkap dalam keadaan hidup. Usai penggerebekan polisi menyita lima pucuk senjata api, satu buah granat aktif, 668 peluru berbagai kaliber dan alat hisap sabu.
Widodo mengatakan jaringan narkoba Satriandi sangat terorganisir dan rapi. Namun, dia mengatakan Polisi berhasil mengendus keberadaan buronan kelas wahid di Riau tersebut. Dua hari pengintaian, Polisi menangkap pecatan polisi itu di rumah orang tuanya Jalan Sepakat.
"Sepandai-pandainya tupai melompat, akhirnya jatuh ke tanah juga. Jatuhnya hari ini," kata Kapolda seraya memberikan penghargaan kepada Direktorat Kriminal Umum Polda Riau yang berhasil melakukan pengungkapan itu.
Satriandi merupakan mantan anggota Polres Rokan Hilir yang dipecat karena keterlibatannya pada jaringan peredaran narkoba. Pada Mei 2015, Satriandi digerebek aparat Satuan Reserse Narkoba di kamarnya di lantai 8 Hotel Aryaduta, Jl Diponegoro, Pekanbaru, atas kasus kepemilikan ribuan pil ekstasi.
Saat itu dia nekat terjun dari kamar. Akibatnya dia mengalami patah kaki dan luka serius pada bagian kepala. Meski begitu, dia berhasil selamat namun mengalami gangguan kejiwaan.
Kemudian polisi tidak melanjutkan perkaranya karena Satriandi dinyatakan tidak bisa memberikan keterangan apa pun karena mengalami gangguan kejiwaan. Lalu padaawal tahun 2017, Satriandi menembak mati seorang pemuda bernama Jodi Setiawan, yang juga bandar narkoba. Kuat dugaan penembakan itu bermotifkan persaingan bisnis haram narkoba.
Ia sempat kabur usai penembakan tersebut, namun berhasil ditangkap polisi di wilayah Batipuh, Sumatra Barat. Tahun berikutnya, Satriandi diseret ke meja hijau dan divonis dengan hukuman 20 tahun penjara, sebelum akhirnya kabur dari Lapas Pekanbaru dengan cara menodong petugas jaga dengan senjata api.