Kamis 25 Jul 2019 07:51 WIB

Akhir Satriandi, dari Brigadir Hingga Gembong Nomor Wahid

Satriandi menembak mati gembong narkoba yang menjadi pesaingnya.

Ilustrasi Narkoba
Foto: Mgrol120
Ilustrasi Narkoba

REPUBLIKA.CO.ID, Suara nyala senjata api sahut-menyahut, memecah keriuhan pagi di Jalan Sepakat, Kelurahan Sidomulyo Barat, Kecamatan Tampan, Kota Pekanbaru. Tidak kurang dari 30 menit, aksi koboi dua kelompok tak seimbang membuat siapa pun di sekitar lokasi terhenti beraktivitas.

Pagi itu, Selasa (23/7), sekitar pukul 06.30 WIB, satuan narkoba Polda Riau mengepung sebuah rumah di sudut Jalan Sepakat. Aksi saling balas tembakan pun terjadi setelah tiga orang dalam rumah itu menolak menyerahkan diri. Satriandi dan dua anak buahnya memilih angkat senjata.

Satriandi memang bukan sembarang sindikat narkoba. Ia merupakan mantan anggota Polres Rokan Hulu yang dipecat karena terlibat kasus narkoba. Sepak terjangnya telah merepotkan kepolisian Riau sejak lama. Tidak heran jika dia menjadi penjahat paling diburu di Bumi Lancang Kuning.

Berawal pada Mei 2015, Satriandi digerebek aparat Satuan Reserse Narkoba di sebuah kamar lantai delapan Hotel Aryaduta, Jalan Diponegoro, Pekanbaru. Ia didapati memiliki ribuan pil ekstasi.

Penggerebekan itu pun tidak berjalan mulus. Sebuah penangkapan dramatis hampir merenggut nyawa Brigadir Satriandi. Dia mengalami patah kaki dan luka serius di bagian kepala.

Saat itu kepolisian tidak melanjutkan perkaranya karena Satriandi dinyatakan tidak bisa memberikan keterangan apa pun. Luka berat di kepalanya membuat Satriandi mengalami gangguan kejiwaan.

Dua tahun berselang, Satriandi yang dipecat dari kepolisian dan divonis gila kembali berulah. Awal tahun 2017, ia menembak mati seorang pemuda bernama Jodi Setiawan, yang juga bandar narkoba. Keduanya terlibat persaingan dalam bisnis haram tersebut.

Setelah menembak lawan bisnisnya, Satriandi berusaha kabur tetapi tidak lama. Ia ditangkap di wilayah Batipuh, Sumatra Barat.

Satriandi pun diseret ke meja hijau pada 2018 dan divonis dengan hukuman 12 tahun penjara. Namun, Satriandi tidak menyerah. Ia kembali kabur dari Lembaga Pemasyarakatan Pekanbaru tanpa kesulitan yang berarti. Ia menenteng pistol dan menodong petugas jaga.

Setahun Satriandi menghilang, tim Ditreskrimum Polda Riau mencium keberadaannya di Pekanbaru. Hingga akhirnya Selasa itu Satriandi digerebek polisi yang sekaligus mengakhiri sepak terjangnya.

Kepala Subdirektorat III Direktorat Kriminal Umum Polda Riau AKBP Muhammad Kholik mengatakan, usaha penangkapan Satriandi berakhir dengan baku tembak. Akibatnya, Satriandi dan seorang pengawal pribadinya, Ahmad Royani, dinyatakan tewas di tempat. Ahmad Royani merupakan buronan kasus narkoba dan pembunuhan.

Rekan mereka, Randi Novrianto, ditangkap dalam keadaan luka. Sementara itu, dari pihak polisi, Bripka Lius Mulyadin mengalami luka tembak dan patah lengan kanan.

"Ini merupakan bentuk ketegasan kita melawan narkoba. Lebih baik begini (menembak mati pelaku) dibanding generasi muda kita terancam," ujar Kepala Polda Riau Irjen Widodo Eko Prihastopo, Selasa.

Petugas menemukan lima pucuk senjata api, granat, dan 600 butir lebih peluru aktif di rumah tersebut. Satriandi diduga kuat terlibat jaringan narkoba internasional. Indikasi itu, kata Widodo, diperkuat dengan temuan paspor serta ratusan transaksi dari 31 akun rekening bank mencurigakan.

"Ada tujuh paspor yang kita sita. Nama yang bersangkutan juga ada paspornya. Sangat dimungkinkan terjadi antarnegara," kata dia.

Widodo mengatakan, jaringan narkoba Satriandi sangat terorganisasi dan rapi. Namun, polisi akhirnya mengendus keberadaannya. "Sepandai-pandainya tupai melompat, akhirnya jatuh ke tanah juga. Jatuhnya hari (Selasa) ini," kata Widodo. n antara ed: ilham tirt

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement