REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menilai bahwa Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) di kepolisian perlu ditingkatkan statusnya. Hal ini perlu dilakukan agar unit tersebut bisa memberikan keputusan bukan hanya pendampingan.
Komisioner Komnas Perempuan, Sri Nurherawati mengatakan sejauh ini Unit PPA memang menjadi pendukung yang luar biasa bagi para korban. Unit PPA juga berisi penyidik yang memiliki kualifikasi khusus untuk memeriksa perempuan korban kekerasan.
Sudut pandang yang digunakan Unit PPA juga dinilai sudah cukup baik dalam mendampingi korban. Namun, secara struktur belum kuat karena pengambil keputusan tidak sepenuhnya ada di unit tersebut.
"Sehingga bisa jadi Unit PPA ini sudah punya perspektif, sudah pro perempuan dan anak tapi dalam mengambil keputusan itu berubah," kata Sri dalam sebuah diskusi di Jakarta Pusat, Kamis (25/7).
Ia mencontohkan, pada kasus Baiq Nuril. Sebenarnya, dalam menangani kasus tersebut Unit PPA sudah membuat keputusan yang pro-perempuan. Namun, kata Sri, ketika dibawa ke rapat di atas hasilnya berubah.
"Berubah karena ada pelibatan pakar pidana yang perspektifnya belum clear. Belum jelas," kata Sri menegaskan.
Di dalam memeriksa sebuah kasus kekerasan terhadap perempuan, seorang pakar pidana harus memiliki analisis sosial dan analisis gender yang kuat. Oleh sebab itu, Sri berpendapat Unit PPA jangan hanya sebagai layanan tapi juga bagaimana mencapai pemulihan.