REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menginginkan agar pasukan AS di Afghanistan dikurangi pada pemilu 2020 mendatang. Hal itu diumumkan Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo, Senin (29/7).
Pompeo mengaku telah mendapat arahan tersebut dari Trump. “Dia (Trump) tidak ambigu; akhiri perang tanpa akhir, mundurlah, kurangi. Bukan hanya kita. Kami berharap bahwa secara keseluruhan kebutuhan pasukan tempur di wilayah ini berkurang,” ujar Pompeo merujuk pada arahan Trump.
Komentar Pompeo menggarisbawahi perubahan yang tampaknya telah terjadi sejak pembicaraan dengan Taliban dibuka tahun lalu. Namun, Pemerintah Afghanistan khawatir jika Washington mengurangi jumlah pasukannya di negara tersebut.
“Sekarang tiba-tiba mengikuti tanggal yang cocok dengan tanggal pemilu Trump menjadi lebih penting daripada tugas yang cermat untuk membawa perdamaian ke Afghanistan,” kata seorang pejabat senior Afghanistan yang juga merupakan pembantu dekat Presiden Ashraf Ghani.
Menurut dia, penarikan pasukan asing dan AS secara tergesa-gesa hanya akan memberikan pengaruh lebih besar kepada Taliban. “Pasukan Afghanistan akan segera ditinggalkan untuk berperang sendirian,” ucapnya.
Terdapat lebih dari 20 ribu pasukan AS dan pasukan koalisi NATO di Afghanistan. Misi mereka adalah melatih, membantu, dan memberi nasihat kepada pasukan Afghanistan yang masih sangat bergantung pada dukungan udara AS untuk melaksanakan operasi kontra-terorisme.
Taliban diketahui telah menolak melakukan pembicaraan langsung dengan Pemerintah Afghanistan untuk membahas perdamaian. Taliban menilai kondisi saat ini belum memenuhi persyaratan yang mereka inginkan.
Juru bicara kantor politik Taliban di Qatar Suhail Shaheen mengungkapkan, hingga kini pasukan asing masih bertahan di Afghanistan. Pemerintah pun belum mengumumkan tentang penarikan pasukan tersebut.
“Pembicaraan intra-Afghanistan akan dimulai hanya setelah penarikan pasukan asing diumumkan,” ujar Shaheen akhir pekan lalu.
Pertengahan Juli lalu, sejumlah politikus, pejabat, dan aktivis masyarakat sipil Afghanistan berpartisipasi dalam dialog dengan perwakilan Taliban di Doha. Setelah pertemuan tersebut, muncul resolusi yang menyerukan persatuan, membangun kepercayaan antar pihak, dan kelanjutan pembicaraan perdamaian. Namun hal yang ditunggu-tunggu, yakni gencatan senjata, tak tercapai.
Konflik sipil di Afghanistan telah berlangsung sekitar 18 tahun. Selama periode tersebut, menurut PBB, sebanyak 32 ribu warga sipil telah tewas dan 60 ribu lainnya mengalami luka-luka.