Rabu 31 Jul 2019 06:19 WIB

Geliat Prostitusi di Kampung Ka

Camat akan menutup kafe-kafe yang memiliki bisnis prostitusi terselubung.

Rep: Haura Hafizhah/ Red: Bilal Ramadhan
Praktik prostitusi yang melibatkan artis papan atas (ilustrasi).
Foto: Reuters
Praktik prostitusi yang melibatkan artis papan atas (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, Mencari tempat prostitusi yang tersembunyi di Cilincing, Jakarta Utara, tidaklah mudah. Banyak bangunan yang terbuat dari tripleks yang tidak beraturan di pinggir Kali Gendong, Cilincing. Karena, tidak semua bangunan tersebut menjadi tempat prostitusi, kafe, tempat pijat, ataupun warung kopi. Namun, ada juga sebagai tempat mengumpulkan barang tidak layak pakai atau sebagai tukang pengepul barang bekas.

Di pinggir Jalan Kampung Sawah, Kelurahan Semper Timur, Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara, banyak ditemukan bangunan yang terbuat dari tripleks yang beragam warna. Ada yang berwarna kuning, biru, dan bercorak bunga.

Kebanyakan bangunan tersebut membuka gerai pijat. Ada yang tertutup tirai, bahkan ada yang memasang lampu tumblr di depannya. Bangunan tersebut terlihat tutup, sepi, dan pintunya digembok. Semua bangunan terlihat apa adanya, bahkan sampingnya pembuangan sampah dan belakangnya Kali Gendong.

Sepanjang Jalan Kampung Sawah, banyak truk besar yang berlalu-lalang karena berbagai macam pabrik membuka izin usaha di sana. Lalu, ada juga kali getek di Kali Gendong. Getek ini untuk alat penyeberangan warga yang naik kendaraan dua maupun pejalan kaki. Kali Gendong kondisinya memprihatinkan karena airnya berwarna hitam serta banyak sampah.

Jika menyeberang dengan getek dari Jalan Kampung Sawah, nantinya akan menuju jalan akses Kampung Ka, Semper Timur, Cilincing. Di jalan akses Kampung Ka ini, kebanyakan rumah terbuat dari kayu dan tripleks. Lingkungan permukiman ini kumuh. Terlihat dari barang bekas, sampah, dan perahu ditaruh di tempat lahan yang kosong.

Adapun bangunan tampak dengan warna yang mencolok sehingga menarik perhatian bagi yang melewatinya. Ada warna hijau, merah muda, cokelat, dan biru. Bangunan tersebut berderet memanjang. Di depan masing-masing bangunan, disediakan tempat duduk kayu.

Ada yang bernama, “Warung Kopi Indah Jaya” dengan tulisan yang sudah memudar di dinding berwarna merah muda dan ada juga bangunan yang tulisannya “Cafe Mini” tertempel di dinding berwarna hijau dengan kertas dan selotip berwarna cokelat.

Bangunan lainnya tanpa nama. Namun, ada dindingnya yang bergambar dewi-dewi serta ular bertuliskan “Welcome Karaoke”. Bangunan-bangunan tersebut terlihat sepi. Warga yang melewati jalan tersebut juga tidak peduli.

Salah satu warga jalan akses Kampung Ka, Tarni (40 tahun), mengatakan, biasanya kafe tersebut buka pada pukul 21.00 WIB. Lalu, terdengar alunan musik sampai pukul 02.00 WIB. Kafe dan tempat-tempat prostitusi tersebut sudah mendarah daging.

“Ya, sejak saya masih balita juga sudah ada. Ada germonya juga, itu pasti. Kalau siang, memang sepi. Pas malam pasti ramai soalnya itu di pinggir jalan juga kan,” tutur Tarni kepada Republika, beberapa waktu lalu.

Tarni menambahkan, kebanyakan para sopir truk atau pekerja pabrik yang menggunakan jasa tersebut. Para warga juga sudah biasa untuk mengetahui hal tersebut alias rahasia umum. Warga pasti menyebutnya kafe sekitar Jalan Rawa Malang atau Koljum (Kolong Jembatan). Sebab, jalan akses Kampung Ka ini juga termasuk Rawa Malang.

Kafe, warung kopi, dan gerai pijat memang kebanyakan buka pada malam hari. Ia pun sering melihat wanita muda yang pakaiannya terbuka dan rias wajahnya berlebihan. Namun, lingkungan warga di sini masing-masing jarang untuk mengobrol dan menegur sapa sesama tetangga.

“Di sini kan banyak rumah kosong. Nanti warganya ganti lagi. Sudah gitu sepanjang Jalan Kampung Akses Ka ini rumah semua. Jadi, pada masing-masing gitu. Kan di jalan kampung sawah juga banyak, itu di depan PT Bina Busana Internusa,” ujar dia.

Kemudian, tepat di depan Cafe Mini yang berada di jalan akses Kampung Ka ada warung kopi. Warung kopi tersebut dimiliki oleh Iis (35 tahun). Iis mengaku sering mendengar perempuan dan laki-laki bertengkar pada malam dini hari. Iis yang sedang tidur merasa terganggu dengan suara tersebut. Namun, ia tidak pedulikan karena tidak mau mencampuri urusan orang lain.

“Saya tutup pukul 23.00 WIB. Lagian juga kalau mereka buka kafe. Semua pengunjungnya beli di kafe tersebut. Ya sudah, mending saya tutup. Biasanya jam 21.00 WIB sudah ramai. Kebanyakan perempuannya sekitar usia 25 tahun ke atas,” kata Iis di warungnya.

Sementara itu, Camat Cilincing, Muhammad Alwi, mengatakan, pihaknya akan mengunjungi dan menutup kafe-kafe di Rawa Malang, termasuk Jalan Akses Kampung Ka. Sebab, sosialisasi sudah dilakukan satu bulan yang lalu agar warga pindah usaha yang lebih halal.

“Besok (31/7) kami akan ke sana. Menghapus semua nama-nama kafe di Rawamalang maupun jalan akses Kampung Ka. Pokoknya sepanjang pinggir Kali Gendong. Bangunannya tidak kami hancurkan,” ujar Alwi.

Alwi menambahkan, pihaknya telah memberikan peringatan ke tempat-tempat hiburan malam di sana selama tiga kali. Namun, tempat-tempat tersebut masih beroperasi. Ia pun langsung menindaklanjuti dengan mengunjungi kafe tersebut dan berharap warga bisa beralih usaha lain.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement